Sabtu, 19 Mei 2012

Pendapat Antar Etnis: Pengaruhnya terhadap Jarak Sosial di Kalangan Mahasiswa Fisip Unhalu


Abstract
This research purpose to examined interethnic judgments of student, especially for Tolaki, Buton and Muna, it’s gotten  description about social distance of them, and found correlation of out-group  opinions to social distance.    The ethnic’s opinions analyzed with interethnic communication concept refer to viewpoint  that  the communication took place  in different culture’s context which is susceptible to social prejudice, stereotype  and ethnocentrism  so that be able to caution  social distance of one ethnic and the other.

This research used correlation study method that examined by Pearson’s  correlation, using Suyono’s coefficient correlation and Bogardus’s scale to determined  social distance.  Base on the matter, the research has expose facto characteristic with prime datas  collection technique such as questionnaire, observation and taking sampling interview, selected  as stratified random sampling in social politic faculty Unhalu.

Research  result described that student’s judgments to in-group and out-group  couldn’t showing  the truth information about characteristic of the third mentioned groups.  In student realm, stereotype still strength, not only circle around to other ethnic but also forming equal opinion  to directed  ethnic.  Stereotype judgments about out-group take implication in member of in-group to the out-group.  Part of groups interaction would always infected  by each in-group opinions about out-group opposite. Because of that, generally, out-group show far social distance with the other.  This indicated that ethnocentrism feeling and ethnicity still took strength influence to interethnic relation form in campus. The research also point out that relation between out-group judgments correlation with interethnic average  social distance strength enough.


Keyword : Communication, Judgements, Student, Ethnic

Pendahuluan
Mencermati kebudayaan Indonesia secara keseluruhan, akan memberikan gambaran betapa majemuknya kebudayaan yang ada. Disamping kebudayaan nasional yang berkembang setelah kemerdekaan, terdapat juga  kebudayaan  tiap-tiap daerah yang memberi pengaruh pada pola komunikasi, sosialisasi, tingkah laku dan pandangan setiap orang Indonesia. Perbedaan antar daerah tersebut menurut Schmeizer dalam Mulyana dan Rakhmat (2000 : 215)   dapat ditemukan dalam bahasa, struktur ekonomi, struktur sosial, agama, norma-norma, gaya interaksi dan pemikiran serta sejarah lokal.
Masyarakat majemuk dalam perkembangannya mempunyai implikasi-implikasi yang rumit terkait dengan identitas sosial, relasi sosial, komunikasi serta struktur sosialnya yang kompleks.  Karenanya sebagai masyarakat majemuk, masyarakat Indonesia sangat rentan dengan konflik. Sebab salah satu ciri khas masyarakat majemuk adalah kecenderungan masing-masing etnik untuk menampilkan identitas etniknya secara spontan.  Kecenderungan ini dapat memicu sentimen dan antipati etnik lain. 
Konflik antar etnik sering kali berhulu pada  kesenjangan komunikasi yang disebabkan oleh pendapat dan penilaian yang keliru dan subjektif terhadap kelompok lain, disamping itu  adanya pendapat dan penilaian yang superior terhadap kelompok sendiri.  Hal ini kemudian melahirkan stereotip-stereotip pada kelompok-kelompok tertentu. 
Hal yang sama ternyata tidak hanya terjadi pada masyarakat luas, tetapi juga di tengah masyarakat kampus. Isu etnik menjadi isu sentral untuk mendapat dukungan lebih luas. Ironisnya konflik ini kemudian dipertajam oleh kenyataan bahwa masih tingginya perasaaan etnisitas di kalangan mahasiswa. Padahal mengingat lingkungan kampus sebagai lingkungan dimana budaya akademik dan ilmiah seharusnya tumbuh sumbur.
Di kampus mudah ditemui mahasiswa dari berbagai macam latar belakang kebudayaan yang berbeda dengan demikian akan ditemukan pendapat-pendapat antar etnik yang menunjukkan diri dalam ciri-ciri yang dianggap khas pada  masing-masing kelompok dan dalam jarak sosial yang terdapat diantara kelompok etnik.  Maka mahasiswa dari tiga daerah yaitu Tolaki, Buton dan Muna dipilih untuk di teliti.  Alasan pemilihan ke tiga kelompok etnik tersebut didasarkan pada asumsi bahwa ketiganya merupakan grup etnik terbesar yang menjadi mahasiswa di Universitas Haluoleo. Ketiganya mempunyai pengaruh pada pola komunikasi, relasi sosial, tingkah laku dan pandangan segenap civitas akademika Universitas Haluoleo disebabkan ketiganya merupakan kelompok etnik asli daerah Sulawesi Tenggara. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang pendapat-pendapat  antar etnik mahasiswa Tolaki, Buton dan Muna sehingga didapatkan gambaran tentang jarak sosial antar etnik mahasiswa FISIP Unhalu, serta  menemukan hubungan antara  pendapat-pendapat antar kelompok etnis dan jarak sosial antar kerlompok etnis tersebut.

Metode Penelitian
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kampus Fisip Universitas Haluoleo selama lima bulan, dari bulan Juni sampai dengan Oktober 2006.
Tipe Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah studi korelasi, yang berusaha mencari akibat yang terjadi pada suatu variable oleh adanya sebab dari variable lain dan diuji dengan analisis korelasi Pearson dengan menggunakan koefisien korelasi Suyono. Penelititan ini juga menggunakan skala Bogardus dalam menentukan jarak sosial antar kelompok-kelompok etnis yang diteliti. Penelitian ini non eksperimental, karena variasi dari setiap variable tidak disebabkan oleh adanya perlakuan dari peneliti. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini bersifat expost facto dengan menggunakan teknik pengumpulan data primer berupa angket, disamping observasi dan wawancara terhadap sampel penelitian. Sampel penelitian dipilih secara stratified random sampling sebanyak 90 responden mahasiswa dari empat jurusan di Fisip Unhalu, yaitu: Ilmu Administrasi, Ilmu Komunikasi, Antropologi dan Sosiologi serta dua program Diploma: D3 Sekretaris dan D2 perpustakaan. Dari 90 responden, masing-masing terdiri dari 30 orang etnis Tolaki, 30 orang etnis Buton dan 30 orang etnis Muna.

Hasil dan Pembahasan
Pendapat Antar Etnis Masing-masing Kelompok Mahasiswa

§   Pendapat Mahasiswa Etnis Tolaki
Dalam memberikan pendapatnya mengenai ciri-ciri etnis, kelompok etnis sendiri dan kelompok di luar etnis dari masing-masing kelompok mahasiswa pada etnis yang berbeda, mereka memberikan penilaian yang hampir sama menurut pandangan rata-rata etnis mereka pada umumnya.
Mahasiswa Etnis Tolaki mengidentifikasi ciri khas kelompok etnisnya menurut realitas yang mereka rasakan, sebagian besar diantaranya mengatakan sifat sopan adalah sifat yang dominan dimiliki oleh etnis mereka dibandingkan dengan  Etnis Muna dan Buton. Sifat sopan yang dimaksudkan oleh responden adalah perkataaan yang lemah lembut dan sikap perilaku yang tidak kasar. Ciri rajin adalah ciri kedua yang diakui banyak dimiliki oleh etnis mereka. Rajin yang dimaksudkan oleh mereka adalah rajin mengikuti perkuliahan dan bekerja. Sifat ramah, jujur dan suka membantu dipilih oleh lebih dari separuh responden sebagai sifat-sifat yang juga selama ini menjadi ciri khas etnis mereka. Menariknya, sejumlah responden mengidentifikasi etnisnya memiliki ciri malas, sama dengan stereotipe yang selama ini berkembang di masyarakat luas. Menurut mereka etnis Tolaki malas bekerja dan gengsi bekerja pada sektor-sektor tertentu, lebih menyukai menjadi pegawai negeri yang dinilai memiliki status sosial lebih baik. Hal ini nampak dari tabel berikut:

     Tabel 4. Pendapat Etnis Tolaki tentang etnisnya dan etnis lain
No.         Ciri-ciri
Ciri-ciri Yang Dianggap Khas
       Tolaki                Buton                Muna
                                                       %
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
Rajin
Tekun/Ulet
Malas
Sombong
Ramah
Jujur
Kasar
Bodoh
Sopan
Suka Membantu
Cerdas
Pembual
Sederhana
Gila Jabatan
Murah Hati
Mementingkan Diri sendiri
Pelit
Suka Berbuat Onar
63,33
33,33
33,33
13,33
60,00
60,00
3,33
3,33
70,00
60,00
20,00
10,00
40,00
13,33
36,67
20,00
6,67
0,00

53,33
36,67
10,00
13,33
33,33
26,67
16,67
10,00
30,00
30,00
33,33
3,33
40,00
36,67
10,00
30,00
16,67
23,33

50,00
30,00
10,00
20,00
16,67
16,67
60,00
6,67
16,67
30,00
33,33
13,33
33,33
43,33
10,00
30,00
16,67
36,67







Rajin adalah ciri khas yang dianggap menonjol oleh responden Tolaki terhadap Etnis Buton. Sifat rajin ini menurut mereka terlihat dari kehadiran di kampus, mau bekerja apa saja dan tidak malu atau gengsi dengan jenis pekerjaan yang ditekuni. Hampir separuh dari responden memilih sifat sederhana sebagai salah satu ciri Etnis Buton, utamanya dalam berpakaian dan penampilan. Sementara itu beberapa responden menyebutkan Etnis Buton Tekun/ulet dan gila jabatan. Menurut mereka, Etnis Buton pekerja keras dan  pantang menyerah tetapi sangat ambisius dan tendensius. Mereka yang bekerja di kantor sangat berorientasi jabatan struktural.
Dari data yang ada juga dapat dilihat bahwa sebagian besar responden menyatakan ciri utama Etnis Muna adalah kasar, Baik dalam berbicara maupun bertingkah laku. Ciri kedua adalah rajin yang merupakan tipikal dari Etnis pulau-pulau yang menghuni kepulauan bagian selatan Sulawesi Tenggara. Etnis Muna dikenal rajin berusaha dan bekerja serta selalu ingin maju. Karena progresif, mereka dinilai sebagai gila jabatan oleh hampir sebagian responden. Dalam hal menginginkan suatu jabatan, Etnis Muna tidak dapat berkomitmen. Mereka juga dianggap suka berbuat onar karena sering berkelahi dan membuat keributan.

§   Pendapat Mahasiswa Etnis Buton
Ciri yang paling banyak diafiliasikan Etnis Buton terhadap kelompoknya adalah rajin. Ciri ini dianggap sebagai sifat umum etnis mereka, baik dalam bekerja maupun belajar. Mereka juga berpendapat bahwa suka membantu adalah ciri yang melekat pada budaya mereka. Sama dengan stereotipe yang selama ini beredar di masyarakat, mereka juga mengidentifikasi diri mereka sebagai pribadi yang sederhana dalam berpakaian dan penampilan. Responden juga menilai inkelompoknya memiliki sifat yang ramah, mudah bergaul, dan tidak angkuh. Selain itu hampir sebagian responden mengatakan bahwa etnis mereka mempunyai kemampuan di atas rata-rata dan cerdas. Namun ada juga responden yang mengakui stereotipe bahwa Etnis Buton memiliki ciri pelit meskipun jumlahnya tidak signifikan.
Dalam menilai kelompok etnis lain, separuh responden Buton mengakui Etnis Muna memiliki ciri rajin bekerja dan berusaha, tidak memiliki sifat gengsi meskipun harus bekerja kasar. Ini juga merupakan salah satu stereotipe yang berkembang tentang etnis tersebut. Hampir setengah dari responden menyetujui bahwa etnis Muna gila jabatan dan kasar. Sifat kasar yang diidentifikasikan oleh responden disini merujuk pada tingkah laku, cara berbicara dan sikap, hal ini kelihatannya berkorelasi dengan pendapat sejumlah responden yang menyatakan bahwa Etnis Muna juga suka berbuat onar, keributan dan mabuk-mabukan, namun dikenal sangat sederhana dalam penampilannya dan tidak berlebihan. Hal ini dapat dilihat pada tabel di bawah

Tabel 5. Pendapat etnis buton tentang ciri-ciri etnisnya dan etnis lain
No.
Ciri-ciri
Ciri-ciri Yang Dianggap Khas
Buton
Muna
Tolaki
                                                        %
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
Rajin
Tekun/Ulet
Malas
Sombong
Ramah
Jujur
Kasar
Bodoh
Sopan
Suka Membantu
Cerdas
Pembual
Sederhana
Gila Jabatan
Murah Hati
Mementingkan Diri sendiri
Pelit
Suka Berbuat Onar
76,67
33,33
3,33
6,67
53,33
33,33
13,33
0,00
33,33
66,67
43,33
0,00
60,00
3,33
30,00
3,33
23,33
0,00
50,00
20,00
13,33
0,00
36,67
6,67
43,33
36,67
16,67
36,67
26,67
23,33
40,00
43,33
10,00
26,67
10,00
40,00

30,00
16,67
50,00
46,67
26,67
16,67
13,33
13,33
26,67
40,00
3,33
16,67
30,00
30,00
23,33
40,00
40,00
16,67

Penilaian terhadap Etnis Tolaki, separuh responden Buton mengatakan mereka malas, tidak suka bekerja keras, malas belajar dan gengsi melakukan pekerjaan kasar. Responden juga mengidentifikasi Etnis Tolaki dengan sombong, memilih teman dalam bergaul, sering memandang remeh etnis yang berasal dari pulau-pulau dan ’suka mengandalkan keluarganya’. Banyak pula responden berpendapat bahwa etnis ini memiliki sifat suka membantu, utamanya keluarganya dan orang-orang yang dekat dengan mereka. Mementingkan diri sendiri, yang mereka maksudkan dengan ciri ini adalah mempunyai ambisi pribadi yang kuat, ingin meraih sukses sendiri dan tak ingin disaingi oleh orang lain.


§   Pendapat Mahasiswa Etnis Muna
Hampir sama dengan Etnis-etnis lainnya, responden Muna menyebutkan sebagian besar ciri-ciri positif sebagai ciri etnisnya. Mereka berpendapat bahwa etnis mereka mempunyai ciri-ciri sopan dan suka membantu. Selain itu mereka juga mengidentifikasi diri pada ciri sopan dalam bertutur dan berprilaku. Ciri kasar yang mereka maksud disini adalah keras dan temperamental dan menurut mereka hal ini tidak berkaitan dengan sikap sopan, suka membantu siapa saja tanpa memandang apakah mempunyai hubungan kekeluargaan, pertemanan dan lain-lain. Sifat tekun/ulet, seperti stereotipe terhadap etnis ini, mereka pekerja keras dan melakukan berbagai pekerjaan tanpa perasaan malu. Ciri berikutnya yang responden identifikasi adalah ramah dan sederhana. Ciri lainnya yang diakui responden sebagai ciri kelompoknya adalah cerdas. Mereka menganggap kemampuan akademis mereka di atas kemampuan kelompok etnis lainnya. Sama seperti stereotipe yang dikemukakan etnis lainnya, hampir setengah dari responden mengaku kelompoknya mempunyai ciri suka berbuat onar.
Rajin merupakan ciri yang menonjol di ungkapkan responden dalam menilai etnis Buton. Sebagian besar menyatakan etnis ini sangat rajin belajar, mempunyai semangat untuk maju. Responden juga berpendapat bahwa Etnis Buton ramah dalam bergaul, mau menyapa siapa saja dan tidak memilih teman, namun sifat pelit diungkapkan oleh lebih dari separuh responden. Hampir sebagian responden berpendapat Etnis Buton mementingkan diri sendiri. Sementara ciri lain yang diidentifikasi oleh responden adalah kelompok etnis ini sopan tapi sombong. Hal ini erat kaitannya dengan kenyataan tingginya peradaban etnis ini dibandingkan dengan etnis lainnya. Ada perasaan inferior di kalangan  responden terhadap Etnis Buton sehubungan dengan sejarah kerajaan dan budaya kedua kelompok etnis ini, dimana posisi keduanya dipisahkan oleh strata sosial budaya yang berbeda. Sentimen-sentimen  ini seringkali mengemuka ketika terjadi perseteruan memperebutkan modal sosial budaya dan politik namun uniknya hal-hal itu akan melebur ketika mereka berhadapan dengan etnis lainnya. Perasaan inferior tersebut menciptakan pandangan bahwa Etnis Buton sombong karena merasa lebih berbudaya.
Ada semacam konsensus di kalangan responden bahwa ciri yang paling menonjol dari Etnis Tolaki adalah malas. Banyak diantara responden berpendapat bahwa Etnis Tolaki malas belajar dan bekerja, gengsi melakukan pekerjaaan tertentu. Ciri kedua yang diidentifikasi oleh lebih dari separuh responden adalah  selalu mementingkan  diri sendiri, hal ini disebutkan sebagai ingin menang sendiri, tidak mau berbagi dengan orang lain dan tidak suka membantu. Gila jabatan dan sombong adalah dua ciri yang disebutkan juga dimiliki oleh etnis Tolaki. Yang dimaksudkan responden dengan gila jabatan adalah melakukan berbagai cara demi mendapatkan jabatan meskipun dengan itu harus ’mengorbankan’ orang lain. Sementara ciri sombong disebutkan sebagai memilih teman dalam bergaul dan tidak ramah. Penilaian-penilaian tersebut nampak pada tabel berikut :

        Tabel 6. Pendapat etnis muna tentang ciri-ciri etnisnya dan etnis lain
No.
Ciri-ciri
Ciri-ciri Yang Dianggap Khas (%)
Muna
Buton
Tolaki
                                                          %
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
Rajin
Tekun/Ulet
Malas
Sombong
Ramah
Jujur
Kasar
Bodoh
Sopan
Suka Membantu
Cerdas
Pembual
Sederhana
Gila Jabatan
Murah Hati
Mementingkan Diri sendiri
Pelit
Suka Berbuat Onar
46,67
63,33
3,33
0,00
60,00
43,33
36,67
0,00
66,67
66,67
53,33
0,00
60,00
16,67
30,00
3,33
0,00
46,67
63,33
33,33
0,00
40,00
60,00
6,67
26,67
0,00
40,00
23,33
36,67
13,33
30,00
33,33
23,33
43,33
56,67
36,67
13,33
3,33
80,00
43,33
23,33
13,33
3,33
13,33
30,00
13,33
13,33
10,00
26,67
46,67
10,00
53,33
36,67
23,33

Penilaian ciri-ciri yang disebutkan oleh responden, baik untuk kelompok etnisnya maupun kelompok etnis lain, bukan cermin realitas yang sebenarnya, tetapi merupakan pikiran-pikiran dan ide-ide dari responden. Untuk itu cukup mengherankan bahwa begitu banyak ditemukan persamaan dalam penilaian mengenai salah satu kelompok etnis oleh kedua kelompok etnis lainnya tersebut.
Etnis Tolaki dan Etnis Buton mempunyai beberapa penilaian yang sama mengenai ciri-ciri Etnis Muna, yaitu rajin, suka membantu, kasar, dan suka berbuat onar. Sementara itu, Etnis Tolaki juga mempunyai beberapa pendapat yang sama dengan Etnis Muna mengenai ciri Etnis Buton. Ciri-ciri tersebut adalah rajin dan sederhana. Persamaan dalam menilai etnis lainnya juga ditunjukkan oleh etnis Buton dan Muna dalam mengidentifikasi ciri-ciri Etnis Tolaki, yaitu Malas, sombong, pelit dan mementingkan diri sendiri.
Mencermati data-data yang ada, ditemukan bahwa penilaian suatu kekompok terhadap kelompok etnisnya cenderung etnosentris meskipun beberapa diantaranya menyebutkan sejumlah ciri negatif. Ketiga kelompok etnis mengidentifikasi sejumlah ciri-ciri positif sebagai ciri yang melekat pada kelompok mereka. Kenyataan ini menunjukkan bahwa perasaan superior dan lebih baik dari kelompok etnis lainnya masih ada.
Penilaian yang etnosentris dalam memberikan pandangan terhadap kelompok etnis sendiri dan kelompok etnis lainnya merupakan salah satu kendala dalam menjembatani komunikasi antaretnik. Penilaian-penilaian ini seakan menguatkan stereotipe yang berkembang selama ini mengenai penilaian-penilaian tertentu terhadap suatu kelompok budaya dan kelompok etnis tertentu. Padahal cara menggeneralisasikan sifat dan ciri hanya berdasarkan pergaulan dengan sementara orang, dengan situasi tertentu, dan keadaan psikologis yang tidak tepat dalam melahirkan penilaian yang lebih subyektif ketimbang obyektif. Pada kenyataannya apa yang selama ini dianggap sebagai gagasan ciri dan sifat khas yang dimiliki  oleh kelompok budaya dan etnis tertentu adalah ide dan pemikiran yang masih harus dibuktikan melalui interaksi yang terus menerus.
Prasangka sosial yang nampak pada tabel pendapat-pendapat atas kelompok etnis sendiri dan kelompok etnis lainnya pada dasarnya mengakar pada etnosentrisme dan stereotipe. Seperti yang diungkapkan oleh Johnson (1985),  perbedaan antara kelompok dan  nilai-nilai yang dimiliki kelompok lain nampaknya sangat menguasai kelompok minoritas serta melahirkan stereotip dan  etnosentrisme. Poortinga (Mulyana, 2000) bahkan menambahkan, selain stereotipe ia menyebutkan jarak sosial dan diskriminasi sebagai penyebab prasangka. Prasangka menjadi hambatan dalam komunikasi antaretnis karena penilaian yang sangat emosional terhadap kelompok tertentu tanpa pembuktian yang nyata dan dangkal.
Untuk membuktikan korelasi pendapat antar etnis tersebut, maka digunakan korelasi sugiyono. Koefisien korelasi pada tabel ini menggunakan skala 0 - 1.0. Bila dalam pengukuran menunjukkan skala yang negatif, hal itu menunjukkan bahwa semua pendapat tentang etnis tertentu yang disampaikan oleh etnis lainnya tidak diakui oleh etnis yang bersangkutan. Yang berarti, tidak hanya pendapat keduanya tidak memiliki korelasi tapi juga berlawanan. Korelasi yang terjadi mengenai pendapat antar kelompok etnis tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 16. Korelasi pendapat antaretnis
Pendapat terhadap kelompok sendiri
Pendapat terhadap kelompok etnis lain
Tolaki
Buton
Muna
Tolaki
-
0,17
-0,1
Buton
0,7
-
0,42
Muna
0,33
0,32
-
Keterangan : Tabel ini memakai koefisien korelasi dari sugiyono : 0 = tidak ada korelasi .±1.0 = korelasi yang paling tinggi

  Pada tabel korelasi pendapat antaretnis di atas, terindikasi bahwa penilaian responden Buton terhadap etnisnya dan apa yang disebutkan responden Tolaki terhadap etnis Buton mempunyai korelasi yang kuat. Itu berarti sebagian besar penilaian responden Buton terhadap etnisnya sama dengan pendapat yang diungkapkan oleh etnis Tolaki mengenai ciri etnis Buton. Korelasi sedang ditunjukkan oleh pendapat responden Buton dan responden Muna mengenai sifat etnis Buton. Ada sebagian ciri-ciri Etnis Buton yang diakui oleh responden dari etnis tersebut yang menurut responden Muna tidak sesuai.
 Sementara itu,  dua korelasi yang rendah, masing-masing ditunjukkan oleh pendapat responden Muna dan responden Tolaki mengenai ciri dan sifat etnis Muna, dan pendapat responden Muna dan responden Buton terhadap sifat etnis Muna. Korelasi yang rendah ditunjukkan pula penilaian responden Tolaki mengenai kelompoknya dan responden Buton terhadap etnis Tolaki. Korelasi yang rendah disebabkan oleh banyaknya ciri yang diakui oleh kelompok etnis sebagai ciri kelompoknya tapi tidak diakui oleh kelompok etnis lainnya,
Berbeda dengan korelasi lainnya, terdapat pengecualian pada korelasi pendapat responden Tolaki mengenai etnisnya dengan pendapat responden Muna mengenai etnis Tolaki. Korelasi yang terjadi sangat rendah dan bersifat negatif. Hal itu menunjukkan bahwa hampir semua ciri-ciri yang diidentifikasi responden Tolaki mengenai etnisnya tidak diakui oleh responden Muna.

§  Jarak Sosial Antaretnis
Kecenderungan Jarak sosial antara responden Tolaki, Buton dan Muna diukur dengan memakai skala Bogardus. Distribusi  jawaban responden adalah sebagai berikut: jarak sosial mahasiswa Tolaki dengan orang Buton cukup dekat. Jawaban responden Tolaki tentang jarak sosial terhadap orang Buton terlihat bahwa kebanyakan responden senang dengan orang Buton, baik dalam lingkungan pribadi maupun dalam lingkungan bertetangga dan pergaulan. Sebagian besar responden bisa menerima orang Buton  sebagai paman, bibi, kakak dan adik ipar, bahkan kekasih, suami atau istri. Bagi responden, etnis Buton dapat diterima di semua tataran pergaulan. Meskipun bagi sebagian kecil responden menolak bertetangga, bersahabat dan berteman dengan alasan sering berbuat onar  dan gila jabatan.

Tabel 17. Distribusi item-item jarak sosial
No.
Item Jarak Sosial
Responden Tolaki Terhadap
Responden Buton Terhadap
Responden Muna Terhadap
Buton
Muna
Muna
Tolaki
Tolaki
Buton
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
1.
Anggota Klp. Etnis lain Cocok Sebagai Keluarga
22
8
14
16
13
14
12
15
2
28
17
13












2.
Anggota Klp etnis lain Cocok Sebagai Tetangga
24
6
17
13
   21
6
17
10
20
10
18
12












3.
Anggota Klp etnis lain Cocok Sebagai Sahabat
22
8
16
14
23
4
19
8
19
11
26
4












4.
Anggota Klp etnis lain Cocok Sebagai Teman Kuliah
23
7
23
7
20
7
20
7
15
15
17
13















Jumlah responden keempat item: 30

Jumlah responden keempat item: 30

Jumlah responden keempat item: 30

Mahasiswa Muna lebih disukai sebagai teman kuliah saja oleh sebagian besar responden Tolaki. Ini disebabkan oleh pandangan responden mengenai orang Muna yang kasar, gila jabatan dan suka berbuat onar. Karena penilaian itu juga maka responden kurang berkenan menjadikannya sebagai keluarga.  Sebagian responden lebih senang menjalin hubungan sebagai tetangga, sahabat dan teman kuliah saja dengan etnis tersebut. Walaupun ada juga yang menolak dengan alasan orang Muna suka mementingkan diri sendiri.
Umumnya mahasiswa Buton merasa lebih dekat dengan orang Muna daripada orang Tolaki, jika dicermati secara keseluruhan dalam setiap item jarak sosial kecenderungan kedekatan itu akan terlihat. Responden Buton rupanya lebih sering bergaul secara intens dengan orang Muna, hal ini dapat di lihat bahwa hampir sebagian responden Buton setuju menjadikan orang Muna sebagai tetangga dan sahabat. Meskipun perbedaannya kecil tapi lebih banyak responden yang menyukai orang Muna menjadi keluarga ketimbang orang Tolaki. Menurut sebagian responden, kecenderungan ini disebabkan oleh ’perasaan sama-sama orang pulau’ dan pendatang di kendari, walau diakui beberapa ciri etnis Muna yang diidentifikasi negatif. Kedekatan yang terjadi bukan karena masalah penilaian suka dan tidak suka tapi lebih kepada kedekatan karena persamaan budaya dan perasaan senasib. Hal tersebut dapat disimak pada tabel di bawah:

      Tabel 18. Jarak sosial antar etnis
Jarak Sosial
Responden Tolaki terhadap
Responden Buton terhadap
Responden Muna terhadap
Buton
Muna
Muna
Tolaki
Tolaki
Buton







dekat






4
12
8
8
6
0
5
3
10
4
10
8
5
7







Jauh






2
5
8
6
7
13
12
1
2
8
3
5
11
5
0
1
2
0
1
1
1







Jumlah
30
30
27
27
30
30
responden













Jarak sosial
3,0
2,3
2,9
2,5
1,7
2,3
rata-rata







Jarak sosial rata-rata diukur dengan skala Bogardus (Mulyana, 2000), berdasarkan jarak sosial akrab, dekat, sedang, jauh, sangat jauh dan tanpa hubungan. Berdasarkan skala tersebut dapat diketahui bahwa jarak sosial rata-rata antara responden Tolaki dengan Buton termasuk  dekat.  Jarak sosial rata-rata yang sangat jauh diperlihatkan oleh responden Muna terhadap outkelompok Tolaki. sementara itu responden Tolaki terhadap etnis Muna dan responden Muna terhadap etnis Buton sama-sama menunjukkan jarak sosial rata-rata yang jauh. Hal ini juga ditunjukkan oleh responden Buton terhadap outkelompok Tolaki. Sedangkan Jarak sosial rata-rata yang termasuk sedang ditunjukkan oleh responden Buton terhadap Muna.
Jarak sosial yang sangat jauh antara responden Muna terhadap etnis Tolaki disebabkan oleh orang Muna merasa sangat berbeda dengan kelompok etnis Tolaki. Perbedaan ini diidentifikasikan  pada perbedaan karakteristik personal yang dipengaruhi oleh budaya, perbedaan budaya dan rentang geografis. Sedangkan jarak sosial jauh yang ditunjukkan oleh responden Tolaki terhadap orang Muna lebih kepada adanya hambatan psikologi dan budaya yang dianggap berbeda. Secara umum responden menunjukkan jarak sosial yang jauh dengan kelompok etnis lainnya. Hal ini disebabkan oleh perasaan lebih nyaman, leluasa dan akrab bila bergaul dan berhubungan dengan sesama etnis. Ini menunjukkan bahwa etnisitas dan perasaan etnosentris masih cukup kuat mempengaruhi pola-pola relasi antar etnis di kampus Universitas Haluoleo.

§   Hubungan Antara Pendapat Antaretnis dan Jarak Sosial
Hubungan antara pendapat antaretnis dan jarak sosial dapat dicari dengan menggunakan analisis uji korelasi r pearson dengan interval koefisien korelasi dari Suyono (Faisal, 1995) menunjukkan angka 0,7. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hubungan antara korelasi pendapat antar outkelompok dengan jarak sosial rata-rata antaretnis kuat. Hal ini mengindikasikan bahwa pendapat-pendapat responden terhadap kelompok di luar etnisnya mempengaruhi jarak sosial antara etnis-etnis tersebut.
Meskipun demikian temuan di atas masih perlu penelusuran dan pembuktian lebih lanjut karena dalam penelitian komunikasi antaretnis selalu ada pengecualian mengingat masing-masing responden dapat saja mempunyai penilaian tersendiri yang berbeda dari kelompok etnisnya.


Kesimpulan
Berdasarkan analisa hasil  penelitian  yang telah diuraikan sebelumnya maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut :
§   Penilaian responden Buton dan responden Tolaki terhadap etnis Buton mempunyai korelasi yang kuat. Korelasi sedang ditunjukkan oleh pendapat responden Buton dan responden Muna mengenai sifat etnis Buton. Sedangkan dua korelasi yang rendah, masing-masing ditunjukkan oleh pendapat responden Muna dan responden Tolaki mengenai ciri dan sifat etnis Muna, dan pendapat responden Muna dan responden Buton terhadap sifat etnis Muna. Korelasi yang rendah ditunjukkan oleh penilaian responden Tolaki dan responden Buton mengenai orang Tolaki. Berbeda dengan lainnya, terdapat pengecualian pada korelasi pendapat responden Tolaki dan responden Muna mengenai etnis Tolaki. Korelasi yang terjadi sangat rendah dan bersifat negatif. Beberapa faktor yang menyebabkan korelasi positif adalah; perasaan senasib, kesamaan budaya, minimnya hambatan psikologi dan intensitas hubungan. Dari korelasi yang nampak diatas, tidak dapat menunjukkan informasi yang sebenarnya mengenai ciri ketiga group tersebut. Penilaian yang disampaikan lebih bersifat subyektif ketimbang obyektif, sehingga  pendapat-pendapat tersebut tidak dapat dijadikan landasan kuat mengenai ciri yang akurat dari masing-masing etnis. Ini juga menunjukkan masih kuatnya stereotipe yang ada dikalangan mahasiswa. Stereotipe tersebut tidak saja beredar luas di kalangan etnis lain tetapi justru membentuk pemikiran yang sama pada sebagian etnis tertuju. Penilaian-penilaian stereotipe tentang kelompok etnis tertentu berakibat dalam pola tingkah laku anggota kelompok terhadap kelompok etnis lainnya. Interaksi antara anggota grup-grup tersebut akan selalu dipengaruhi oleh pandangan dalam kelompok etnis masing-masing mengenai kelompok etnis lainnya yang menjadi lawan interaksi.
§   Jarak sosial rata-rata antara responden Tolaki dengan Buton termasuk  dekat.  Jarak sosial rata-rata yang sangat jauh diperlihatkan oleh responden Muna terhadap kelompok etnis Tolaki. Sementara itu responden Tolaki terhadap etnis Muna dan responden Muna terhadap etnis Buton sama-sama menunjukkan jarak sosial rata-rata yang jauh. Hal ini juga ditunjukkan oleh responden Buton terhadap kelompok etnis Tolaki. Sedangkan Jarak sosial rata-rata yang termasuk sedang ditunjukkan oleh responden Buton terhadap Muna. Secara umum responden menunjukkan jarak sosial yang jauh dengan kelompok etnis lainnya. Hal ini disebabkan mereka merasa lebih nyaman, leluasa dan akrab bila bergaul dan berhubungan dengan sesama etnis. Ini menunjukkan bahwa prasangka sosial, stereotipe, dan perasaan etnosentris masih cukup kuat mempengaruhi pola-pola relasi antar etnis di kampus.
§   Hubungan antara korelasi pendapat-pendapat antar kelompok etnis lainnya dengan jarak sosial rata-rata antaretnis kuat.
Saran
Komunikasi antaretnis sebaiknya dilaksanakan tanpa diwarnai prasangka sosial, stereotipe dan etnosentris. Ketiga hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya relasi negatif dan sukar untuk menghindari penilaian-penilaian yang subyektif antar kelompok etnis lainnya
Komunikasi antaretnis yang intens seharusnya diimplementasikan dalam pergaulan sehari-hari guna membangun jarak sosial yang dekat. Etnisitas dan etnosentris menyebabkan jarak sosial antara kelompok etnis lainnya-kelompok etnis lainnya menjadi jauh

Daftar Pustaka
Faisal, Sanafiah. 1995.  Format-format Penelitian Sosial: Dasar-dasar dan Aplikasinya, Rajawali Press, Jakarta
Featherstone, Mike. 1990. Global Culture, Nasionalism, Globalization and Modernity, Sage Publishing, London
Hamers, JF, Blanch,MH. 1988. Bilingualism and Bilinguality, Cambridge University Press
Johnson, Colleen L. 1985. Growing Up and Growing Old in Italian American Families, N.J.: Rutgers University Press, New Brunswick
Le Vine, A.Robert and Donald T. Campbell. 1972. Ethnocentrism, Theories of Conflict, Ethnic Attitudes and Group Behavior, John Willeys  & Sons, New York
Liliweri, Allo. 2001. Gatra-gatra Komunikasi Antar Budaya, Pustaka Pelajar , Yogyakarta
Liliweri, Allo. 2004. Dasar-dasar Komunikasi Antar Budaya, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Liliweri, Allo. 2007. Makna Budaya dalam Komunikasi antarbudaya, LKiS, Yogyakarta
Mulyana, Deddy. 2000. Perubahan Identitas Etnik: Suatu Telaah Kepustakaan, dalam Komunikasi Antarbudaya : Panduan Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya, Editor Dedy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Remaja Rosdakarya, Bandung
Mulyana, Deddy. 2000. Menjadi Manusia Antarbudaya, dalam Komunikasi Antarbudaya : Panduan Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya, Editor Dedy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Remaja Rosdakarya, Bandung
Mulyana, Deddy. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial lainnya, Remaja Rosdakarya, Bandung  
Porter, E.Richard & Larry  A. Samovar. 2000. Suatu Pendekatan terhadap Komunikasi Antarbudaya, dalam Komunikasi Antarbudaya : Panduan Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya, Editor Dedy Mulyana dan Jalaluddin, Rakhmat, Remaja Rosdakarya, Bandung
Rakhmat, Jalaluddin. 1998. Psikologi Komunikasi, Remaja Rosdakarya, Bandung
Veeger, KJ. 1988. Realitas Sosial, Gramedia, Jakarta
Zainnu’ddin, Ailsa T. 1986. Nearest Neighbour: Some Indonesian Views of Australia and Australians, Monash University, Clayton

 











Print Friendly and PDF