Abstract
This research purpose to examined
interethnic judgments of student, especially for Tolaki, Buton and Muna, it’s
gotten description about social distance
of them, and found correlation of out-group
opinions to social distance.
The ethnic’s opinions analyzed with interethnic communication concept
refer to viewpoint that the communication took place in different culture’s context which is
susceptible to social prejudice, stereotype
and ethnocentrism so that be able
to caution social distance of one ethnic
and the other.
This research used correlation study method
that examined by Pearson’s correlation,
using Suyono’s coefficient correlation and Bogardus’s scale to determined social distance. Base on the matter, the research has expose
facto characteristic with prime datas
collection technique such as questionnaire, observation and taking
sampling interview, selected as stratified
random sampling in social politic faculty Unhalu.
Research
result described that student’s judgments to in-group and out-group couldn’t showing the truth information about characteristic of
the third mentioned groups. In student
realm, stereotype still strength, not only circle around to other ethnic but
also forming equal opinion to
directed ethnic. Stereotype judgments about out-group take
implication in member of in-group to the out-group. Part of groups interaction would always
infected by each in-group opinions about
out-group opposite. Because of that, generally, out-group show far social
distance with the other. This indicated
that ethnocentrism feeling and ethnicity still took strength influence to
interethnic relation form in campus. The research also point out that relation
between out-group judgments correlation with interethnic average social distance strength enough.
Keyword : Communication,
Judgements, Student, Ethnic
Pendahuluan
Mencermati kebudayaan
Indonesia secara keseluruhan, akan memberikan gambaran betapa majemuknya
kebudayaan yang ada. Disamping kebudayaan nasional yang berkembang setelah
kemerdekaan, terdapat juga
kebudayaan tiap-tiap daerah yang
memberi pengaruh pada pola komunikasi, sosialisasi, tingkah laku dan pandangan
setiap orang Indonesia. Perbedaan antar daerah tersebut menurut Schmeizer dalam Mulyana dan Rakhmat
(2000 : 215) dapat ditemukan dalam
bahasa, struktur ekonomi, struktur sosial, agama, norma-norma, gaya interaksi
dan pemikiran serta sejarah lokal.
Masyarakat majemuk dalam
perkembangannya mempunyai implikasi-implikasi yang rumit terkait dengan
identitas sosial, relasi sosial, komunikasi serta struktur sosialnya yang
kompleks. Karenanya sebagai masyarakat
majemuk, masyarakat Indonesia sangat rentan dengan konflik. Sebab salah satu
ciri khas masyarakat majemuk adalah kecenderungan masing-masing etnik untuk menampilkan
identitas etniknya secara spontan. Kecenderungan ini dapat memicu sentimen dan
antipati etnik lain.
Konflik antar etnik sering
kali berhulu pada kesenjangan komunikasi
yang disebabkan oleh pendapat dan penilaian yang keliru dan subjektif terhadap
kelompok lain, disamping itu adanya
pendapat dan penilaian yang superior terhadap kelompok sendiri. Hal ini kemudian melahirkan
stereotip-stereotip pada kelompok-kelompok tertentu.
Hal yang sama ternyata tidak
hanya terjadi pada masyarakat luas, tetapi juga di tengah masyarakat kampus.
Isu etnik menjadi isu sentral untuk mendapat dukungan lebih luas. Ironisnya
konflik ini kemudian dipertajam oleh kenyataan bahwa masih tingginya perasaaan etnisitas
di kalangan mahasiswa. Padahal mengingat lingkungan kampus sebagai lingkungan
dimana budaya akademik dan ilmiah seharusnya tumbuh sumbur.
Di kampus mudah ditemui
mahasiswa dari berbagai macam latar belakang kebudayaan yang berbeda dengan
demikian akan ditemukan pendapat-pendapat antar etnik yang menunjukkan diri
dalam ciri-ciri yang dianggap khas pada masing-masing kelompok dan dalam jarak sosial
yang terdapat diantara kelompok etnik.
Maka mahasiswa dari tiga daerah yaitu Tolaki, Buton dan Muna dipilih
untuk di teliti. Alasan pemilihan ke
tiga kelompok etnik tersebut didasarkan pada asumsi bahwa ketiganya merupakan
grup etnik terbesar yang menjadi mahasiswa di Universitas Haluoleo. Ketiganya
mempunyai pengaruh pada pola komunikasi, relasi sosial, tingkah laku dan
pandangan segenap civitas akademika Universitas Haluoleo disebabkan ketiganya
merupakan kelompok etnik asli daerah Sulawesi Tenggara. Oleh karena itu
penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang
pendapat-pendapat antar etnik mahasiswa Tolaki,
Buton dan Muna sehingga didapatkan gambaran tentang jarak sosial antar etnik
mahasiswa FISIP Unhalu, serta menemukan hubungan
antara pendapat-pendapat antar kelompok etnis
dan jarak sosial antar kerlompok etnis tersebut.
Metode Penelitian
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kampus Fisip
Universitas Haluoleo selama lima bulan, dari bulan Juni sampai dengan Oktober
2006.
Tipe Penelitian
Metode penelitian yang
digunakan adalah studi korelasi, yang berusaha mencari akibat yang terjadi pada
suatu variable oleh adanya sebab dari variable lain dan diuji dengan analisis
korelasi Pearson dengan menggunakan koefisien korelasi Suyono. Penelititan ini
juga menggunakan skala Bogardus dalam menentukan jarak sosial antar kelompok-kelompok
etnis yang diteliti. Penelitian ini non eksperimental, karena variasi dari
setiap variable tidak disebabkan oleh adanya perlakuan dari peneliti. Berdasarkan
hal tersebut maka penelitian ini bersifat expost
facto dengan menggunakan teknik pengumpulan data primer berupa angket,
disamping observasi dan wawancara terhadap sampel penelitian. Sampel penelitian
dipilih secara stratified random sampling sebanyak 90 responden mahasiswa dari
empat jurusan di Fisip Unhalu, yaitu: Ilmu Administrasi, Ilmu Komunikasi,
Antropologi dan Sosiologi serta dua program Diploma: D3 Sekretaris dan D2
perpustakaan. Dari 90 responden, masing-masing terdiri dari 30 orang etnis
Tolaki, 30 orang etnis Buton dan 30 orang etnis Muna.
Hasil dan Pembahasan
Pendapat Antar Etnis Masing-masing Kelompok Mahasiswa
§ Pendapat Mahasiswa Etnis Tolaki
Dalam memberikan pendapatnya mengenai ciri-ciri etnis, kelompok etnis
sendiri dan kelompok di luar etnis dari masing-masing kelompok mahasiswa pada
etnis yang berbeda, mereka memberikan penilaian yang hampir sama menurut
pandangan rata-rata etnis mereka pada umumnya.
Mahasiswa
Etnis Tolaki mengidentifikasi ciri khas kelompok etnisnya menurut realitas yang
mereka rasakan, sebagian besar diantaranya mengatakan sifat sopan adalah sifat
yang dominan dimiliki oleh etnis mereka dibandingkan dengan Etnis Muna dan Buton. Sifat sopan yang
dimaksudkan oleh responden adalah perkataaan yang lemah lembut dan sikap
perilaku yang tidak kasar. Ciri rajin adalah ciri kedua yang diakui banyak
dimiliki oleh etnis mereka. Rajin yang dimaksudkan oleh mereka adalah rajin mengikuti
perkuliahan dan bekerja. Sifat ramah, jujur dan suka membantu dipilih oleh lebih
dari separuh responden sebagai sifat-sifat yang juga selama ini menjadi ciri
khas etnis mereka. Menariknya, sejumlah responden mengidentifikasi etnisnya
memiliki ciri malas, sama dengan stereotipe yang selama ini berkembang di masyarakat
luas. Menurut mereka etnis Tolaki malas bekerja dan gengsi bekerja pada
sektor-sektor tertentu, lebih menyukai menjadi pegawai negeri yang dinilai
memiliki status sosial lebih baik. Hal ini nampak dari tabel berikut:
Tabel
4. Pendapat Etnis Tolaki tentang etnisnya dan etnis lain
No. Ciri-ciri
|
Ciri-ciri Yang Dianggap Khas
|
|||
Tolaki Buton Muna
|
||||
%
|
||||
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
|
Rajin
Tekun/Ulet
Malas
Sombong
Ramah
Jujur
Kasar
Bodoh
Sopan
Suka Membantu
Cerdas
Pembual
Sederhana
Gila Jabatan
Murah Hati
Mementingkan Diri sendiri
Pelit
Suka Berbuat Onar
|
63,33
33,33
33,33
13,33
60,00
60,00
3,33
3,33
70,00
60,00
20,00
10,00
40,00
13,33
36,67
20,00
6,67
0,00
|
53,33
36,67
10,00
13,33
33,33
26,67
16,67
10,00
30,00
30,00
33,33
3,33
40,00
36,67
10,00
30,00
16,67
23,33
|
50,00
30,00
10,00
20,00
16,67
16,67
60,00
6,67
16,67
30,00
33,33
13,33
33,33
43,33
10,00
30,00
16,67
36,67
|
Rajin adalah ciri khas yang dianggap menonjol oleh
responden Tolaki terhadap Etnis Buton. Sifat rajin ini menurut mereka terlihat
dari kehadiran di kampus, mau bekerja apa saja dan tidak malu atau gengsi dengan
jenis pekerjaan yang ditekuni. Hampir separuh dari responden memilih sifat
sederhana sebagai salah satu ciri Etnis Buton, utamanya dalam berpakaian dan
penampilan. Sementara itu beberapa responden menyebutkan Etnis Buton Tekun/ulet
dan gila jabatan. Menurut mereka, Etnis Buton pekerja keras dan pantang menyerah tetapi sangat ambisius dan
tendensius. Mereka yang bekerja di
kantor sangat berorientasi jabatan struktural.
Dari data yang
ada juga dapat dilihat bahwa sebagian besar responden menyatakan ciri utama
Etnis Muna adalah kasar, Baik dalam berbicara maupun bertingkah laku. Ciri
kedua adalah rajin yang merupakan tipikal dari Etnis pulau-pulau yang menghuni
kepulauan bagian selatan Sulawesi Tenggara. Etnis Muna dikenal rajin berusaha
dan bekerja serta selalu ingin maju. Karena progresif, mereka dinilai sebagai
gila jabatan oleh hampir sebagian
responden. Dalam hal menginginkan suatu jabatan, Etnis Muna tidak dapat
berkomitmen. Mereka juga dianggap suka berbuat onar karena sering berkelahi dan
membuat keributan.
§ Pendapat Mahasiswa Etnis Buton
Ciri yang
paling banyak diafiliasikan Etnis Buton terhadap kelompoknya adalah rajin. Ciri
ini dianggap sebagai sifat umum etnis mereka, baik dalam bekerja maupun
belajar. Mereka juga berpendapat bahwa suka membantu adalah ciri yang melekat
pada budaya mereka. Sama dengan stereotipe yang selama ini beredar di
masyarakat, mereka juga mengidentifikasi diri mereka sebagai pribadi yang
sederhana dalam berpakaian dan penampilan. Responden juga menilai inkelompoknya
memiliki sifat yang ramah, mudah bergaul, dan tidak angkuh. Selain itu hampir
sebagian responden mengatakan bahwa etnis mereka mempunyai kemampuan di atas
rata-rata dan cerdas. Namun ada juga responden yang mengakui stereotipe bahwa
Etnis Buton memiliki ciri pelit meskipun jumlahnya tidak signifikan.
Dalam menilai kelompok etnis lain, separuh responden Buton mengakui Etnis
Muna memiliki ciri rajin bekerja dan berusaha, tidak memiliki sifat gengsi
meskipun harus bekerja kasar. Ini juga merupakan salah satu stereotipe yang
berkembang tentang etnis tersebut. Hampir setengah dari responden menyetujui
bahwa etnis Muna gila jabatan dan kasar. Sifat kasar yang diidentifikasikan
oleh responden disini merujuk pada tingkah laku, cara berbicara dan sikap, hal
ini kelihatannya berkorelasi dengan pendapat sejumlah responden yang menyatakan
bahwa Etnis Muna juga suka berbuat onar, keributan dan mabuk-mabukan, namun
dikenal sangat sederhana dalam penampilannya dan tidak berlebihan. Hal ini
dapat dilihat pada tabel di bawah
Tabel 5. Pendapat etnis buton tentang ciri-ciri etnisnya
dan etnis lain
No.
|
Ciri-ciri
|
Ciri-ciri Yang Dianggap Khas
|
||
Buton
|
Muna
|
Tolaki
|
||
%
|
||||
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
|
Rajin
Tekun/Ulet
Malas
Sombong
Ramah
Jujur
Kasar
Bodoh
Sopan
Suka Membantu
Cerdas
Pembual
Sederhana
Gila
Jabatan
Murah
Hati
Mementingkan
Diri sendiri
Pelit
Suka
Berbuat Onar
|
76,67
33,33
3,33
6,67
53,33
33,33
13,33
0,00
33,33
66,67
43,33
0,00
60,00
3,33
30,00
3,33
23,33
0,00
|
50,00
20,00
13,33
0,00
36,67
6,67
43,33
36,67
16,67
36,67
26,67
23,33
40,00
43,33
10,00
26,67
10,00
40,00
|
30,00
16,67
50,00
46,67
26,67
16,67
13,33
13,33
26,67
40,00
3,33
16,67
30,00
30,00
23,33
40,00
40,00
16,67
|
Penilaian terhadap Etnis Tolaki,
separuh responden Buton mengatakan mereka malas, tidak suka bekerja keras,
malas belajar dan gengsi melakukan pekerjaan kasar. Responden juga mengidentifikasi Etnis Tolaki
dengan sombong, memilih teman dalam bergaul, sering memandang remeh etnis yang
berasal dari pulau-pulau dan ’suka mengandalkan keluarganya’. Banyak pula
responden berpendapat bahwa etnis ini memiliki sifat suka membantu, utamanya
keluarganya dan orang-orang yang dekat dengan mereka. Mementingkan diri
sendiri, yang mereka maksudkan dengan ciri ini adalah mempunyai ambisi pribadi
yang kuat, ingin meraih sukses sendiri dan tak ingin disaingi oleh orang lain.
§ Pendapat Mahasiswa Etnis Muna
Hampir sama dengan Etnis-etnis lainnya, responden Muna menyebutkan sebagian
besar ciri-ciri positif sebagai ciri etnisnya. Mereka berpendapat bahwa etnis mereka
mempunyai ciri-ciri sopan dan suka membantu. Selain itu mereka juga mengidentifikasi
diri pada ciri sopan dalam bertutur dan berprilaku. Ciri kasar yang mereka
maksud disini adalah keras dan temperamental dan menurut mereka hal ini tidak
berkaitan dengan sikap sopan, suka membantu siapa saja tanpa memandang apakah
mempunyai hubungan kekeluargaan, pertemanan dan lain-lain. Sifat tekun/ulet,
seperti stereotipe terhadap etnis ini, mereka pekerja keras dan melakukan
berbagai pekerjaan tanpa perasaan malu. Ciri berikutnya yang responden
identifikasi adalah ramah dan sederhana. Ciri lainnya yang diakui responden
sebagai ciri kelompoknya adalah cerdas. Mereka menganggap kemampuan akademis
mereka di atas kemampuan kelompok etnis lainnya. Sama seperti stereotipe yang
dikemukakan etnis lainnya, hampir setengah dari responden mengaku kelompoknya
mempunyai ciri suka berbuat onar.
Rajin merupakan ciri yang menonjol di ungkapkan responden dalam menilai etnis
Buton. Sebagian besar menyatakan etnis ini sangat rajin belajar, mempunyai
semangat untuk maju. Responden juga berpendapat bahwa Etnis Buton ramah dalam
bergaul, mau menyapa siapa saja dan tidak memilih teman, namun sifat pelit
diungkapkan oleh lebih dari separuh responden. Hampir sebagian responden
berpendapat Etnis Buton mementingkan diri sendiri. Sementara ciri lain yang
diidentifikasi oleh responden adalah kelompok etnis ini sopan tapi sombong. Hal
ini erat kaitannya dengan kenyataan tingginya peradaban etnis ini dibandingkan
dengan etnis lainnya. Ada perasaan inferior di kalangan responden terhadap Etnis Buton sehubungan
dengan sejarah kerajaan dan budaya kedua kelompok etnis ini, dimana posisi
keduanya dipisahkan oleh strata sosial budaya yang berbeda. Sentimen-sentimen ini seringkali mengemuka ketika terjadi
perseteruan memperebutkan modal sosial budaya dan politik namun uniknya hal-hal
itu akan melebur ketika mereka berhadapan dengan etnis lainnya. Perasaan
inferior tersebut menciptakan pandangan bahwa Etnis Buton sombong karena merasa
lebih berbudaya.
Ada semacam konsensus di kalangan responden bahwa ciri yang paling menonjol
dari Etnis Tolaki adalah malas. Banyak diantara responden berpendapat bahwa
Etnis Tolaki malas belajar dan bekerja, gengsi melakukan pekerjaaan tertentu.
Ciri kedua yang diidentifikasi oleh lebih dari separuh responden adalah selalu mementingkan diri sendiri, hal ini disebutkan sebagai
ingin menang sendiri, tidak mau berbagi dengan orang lain dan tidak suka
membantu. Gila jabatan dan sombong adalah dua ciri yang disebutkan juga
dimiliki oleh etnis Tolaki. Yang dimaksudkan responden dengan gila jabatan
adalah melakukan berbagai cara demi mendapatkan jabatan meskipun dengan itu
harus ’mengorbankan’ orang lain. Sementara ciri sombong disebutkan sebagai
memilih teman dalam bergaul dan tidak ramah. Penilaian-penilaian tersebut
nampak pada tabel berikut :
Tabel 6. Pendapat etnis muna tentang ciri-ciri
etnisnya dan etnis lain
No.
|
Ciri-ciri
|
Ciri-ciri Yang Dianggap Khas (%)
|
||
Muna
|
Buton
|
Tolaki
|
||
%
|
||||
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
|
Rajin
Tekun/Ulet
Malas
Sombong
Ramah
Jujur
Kasar
Bodoh
Sopan
Suka Membantu
Cerdas
Pembual
Sederhana
Gila Jabatan
Murah Hati
Mementingkan Diri sendiri
Pelit
Suka Berbuat Onar
|
46,67
63,33
3,33
0,00
60,00
43,33
36,67
0,00
66,67
66,67
53,33
0,00
60,00
16,67
30,00
3,33
0,00
46,67
|
63,33
33,33
0,00
40,00
60,00
6,67
26,67
0,00
40,00
23,33
36,67
13,33
30,00
33,33
23,33
43,33
56,67
36,67
|
13,33
3,33
80,00
43,33
23,33
13,33
3,33
13,33
30,00
13,33
13,33
10,00
26,67
46,67
10,00
53,33
36,67
23,33
|
Penilaian ciri-ciri yang disebutkan oleh responden, baik untuk kelompok
etnisnya maupun kelompok etnis lain, bukan cermin realitas yang sebenarnya, tetapi
merupakan pikiran-pikiran dan ide-ide dari responden. Untuk itu cukup
mengherankan bahwa begitu banyak ditemukan persamaan dalam penilaian mengenai
salah satu kelompok etnis oleh kedua kelompok etnis lainnya tersebut.
Etnis Tolaki dan Etnis Buton mempunyai beberapa penilaian yang sama
mengenai ciri-ciri Etnis Muna, yaitu rajin, suka membantu, kasar, dan suka
berbuat onar. Sementara itu, Etnis Tolaki juga mempunyai beberapa pendapat yang
sama dengan Etnis Muna mengenai ciri Etnis Buton. Ciri-ciri tersebut adalah
rajin dan sederhana. Persamaan dalam menilai etnis lainnya juga ditunjukkan
oleh etnis Buton dan Muna dalam mengidentifikasi ciri-ciri Etnis Tolaki, yaitu Malas,
sombong, pelit dan mementingkan diri sendiri.
Mencermati data-data yang ada, ditemukan bahwa penilaian suatu kekompok terhadap
kelompok etnisnya cenderung etnosentris meskipun beberapa diantaranya
menyebutkan sejumlah ciri negatif. Ketiga kelompok etnis mengidentifikasi
sejumlah ciri-ciri positif sebagai ciri yang melekat pada kelompok mereka. Kenyataan
ini menunjukkan bahwa perasaan superior dan lebih baik dari kelompok etnis
lainnya masih ada.
Penilaian yang etnosentris dalam memberikan pandangan terhadap kelompok
etnis sendiri dan kelompok etnis lainnya merupakan salah satu kendala dalam
menjembatani komunikasi antaretnik. Penilaian-penilaian ini seakan menguatkan
stereotipe yang berkembang selama ini mengenai penilaian-penilaian tertentu
terhadap suatu kelompok budaya dan kelompok etnis tertentu. Padahal cara
menggeneralisasikan sifat dan ciri hanya berdasarkan pergaulan dengan sementara
orang, dengan situasi tertentu, dan keadaan psikologis yang tidak tepat dalam
melahirkan penilaian yang lebih subyektif ketimbang obyektif. Pada kenyataannya
apa yang selama ini dianggap sebagai gagasan ciri dan sifat khas yang
dimiliki oleh kelompok budaya dan etnis
tertentu adalah ide dan pemikiran yang masih harus dibuktikan melalui interaksi
yang terus menerus.
Prasangka sosial yang nampak pada tabel pendapat-pendapat atas kelompok
etnis sendiri dan kelompok etnis lainnya pada dasarnya mengakar pada
etnosentrisme dan stereotipe. Seperti yang diungkapkan oleh Johnson (1985), perbedaan antara kelompok dan nilai-nilai yang dimiliki kelompok lain
nampaknya sangat menguasai kelompok minoritas serta melahirkan stereotip dan etnosentrisme. Poortinga (Mulyana, 2000) bahkan
menambahkan, selain stereotipe ia menyebutkan jarak sosial dan diskriminasi
sebagai penyebab prasangka. Prasangka menjadi hambatan dalam komunikasi
antaretnis karena penilaian yang sangat emosional terhadap kelompok tertentu
tanpa pembuktian yang nyata dan dangkal.
Untuk membuktikan korelasi pendapat antar etnis tersebut, maka digunakan
korelasi sugiyono. Koefisien korelasi pada tabel ini menggunakan skala 0 - 1.0.
Bila dalam pengukuran menunjukkan skala yang negatif, hal itu menunjukkan bahwa
semua pendapat tentang etnis tertentu yang disampaikan oleh etnis lainnya tidak
diakui oleh etnis yang bersangkutan. Yang berarti, tidak hanya pendapat
keduanya tidak memiliki korelasi tapi juga berlawanan. Korelasi yang terjadi
mengenai pendapat antar kelompok etnis tersebut dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel
16. Korelasi pendapat antaretnis
Pendapat
terhadap kelompok sendiri
|
Pendapat
terhadap kelompok etnis lain
|
||
Tolaki
|
Buton
|
Muna
|
|
Tolaki
|
-
|
0,17
|
-0,1
|
Buton
|
0,7
|
-
|
0,42
|
Muna
|
0,33
|
0,32
|
-
|
Keterangan : Tabel ini memakai koefisien korelasi
dari sugiyono : 0 = tidak ada korelasi .±1.0 = korelasi yang paling tinggi
Pada tabel korelasi pendapat
antaretnis di atas, terindikasi bahwa penilaian responden Buton terhadap
etnisnya dan apa yang disebutkan responden Tolaki terhadap etnis Buton
mempunyai korelasi yang kuat. Itu berarti sebagian besar penilaian responden
Buton terhadap etnisnya sama dengan pendapat yang diungkapkan oleh etnis Tolaki
mengenai ciri etnis Buton. Korelasi sedang ditunjukkan oleh pendapat responden
Buton dan responden Muna mengenai sifat etnis Buton. Ada sebagian ciri-ciri
Etnis Buton yang diakui oleh responden dari etnis tersebut yang menurut
responden Muna tidak sesuai.
Sementara itu, dua korelasi yang rendah, masing-masing
ditunjukkan oleh pendapat responden Muna dan responden Tolaki mengenai ciri dan
sifat etnis Muna, dan pendapat responden Muna dan responden Buton terhadap
sifat etnis Muna. Korelasi yang rendah ditunjukkan pula penilaian responden
Tolaki mengenai kelompoknya dan responden Buton terhadap etnis Tolaki. Korelasi
yang rendah disebabkan oleh banyaknya ciri yang diakui oleh kelompok etnis
sebagai ciri kelompoknya tapi tidak diakui oleh kelompok etnis lainnya,
Berbeda dengan korelasi lainnya, terdapat pengecualian pada korelasi
pendapat responden Tolaki mengenai etnisnya dengan pendapat responden Muna
mengenai etnis Tolaki. Korelasi yang terjadi sangat rendah dan bersifat
negatif. Hal itu menunjukkan bahwa hampir semua ciri-ciri yang diidentifikasi
responden Tolaki mengenai etnisnya tidak diakui oleh responden Muna.
§ Jarak Sosial Antaretnis
Kecenderungan
Jarak sosial antara responden Tolaki, Buton dan Muna diukur dengan memakai
skala Bogardus. Distribusi jawaban responden
adalah sebagai berikut: jarak sosial mahasiswa Tolaki dengan orang Buton cukup
dekat. Jawaban responden Tolaki tentang jarak sosial terhadap orang Buton
terlihat bahwa kebanyakan responden senang dengan orang Buton, baik dalam
lingkungan pribadi maupun dalam lingkungan bertetangga dan pergaulan. Sebagian
besar responden bisa menerima orang Buton
sebagai paman, bibi, kakak dan adik ipar, bahkan kekasih, suami atau
istri. Bagi responden, etnis Buton dapat diterima di semua tataran pergaulan.
Meskipun bagi sebagian kecil responden menolak bertetangga, bersahabat dan
berteman dengan alasan sering berbuat onar
dan gila jabatan.
Tabel 17. Distribusi item-item jarak sosial
No.
|
Item Jarak Sosial
|
Responden Tolaki
Terhadap
|
Responden Buton
Terhadap
|
Responden Muna
Terhadap
|
|||||||||
Buton
|
Muna
|
Muna
|
Tolaki
|
Tolaki
|
Buton
|
||||||||
Ya
|
Tidak
|
Ya
|
Tidak
|
Ya
|
Tidak
|
Ya
|
Tidak
|
Ya
|
Tidak
|
Ya
|
Tidak
|
||
1.
|
Anggota Klp. Etnis lain Cocok Sebagai
Keluarga
|
22
|
8
|
14
|
16
|
13
|
14
|
12
|
15
|
2
|
28
|
17
|
13
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
2.
|
Anggota Klp etnis lain Cocok Sebagai Tetangga
|
24
|
6
|
17
|
13
|
21
|
6
|
17
|
10
|
20
|
10
|
18
|
12
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
3.
|
Anggota Klp etnis lain Cocok Sebagai
Sahabat
|
22
|
8
|
16
|
14
|
23
|
4
|
19
|
8
|
19
|
11
|
26
|
4
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
4.
|
Anggota Klp etnis lain Cocok Sebagai Teman
Kuliah
|
23
|
7
|
23
|
7
|
20
|
7
|
20
|
7
|
15
|
15
|
17
|
13
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
|
|
Jumlah responden
keempat item: 30
|
Jumlah responden
keempat item: 30
|
Jumlah responden
keempat item: 30
|
Mahasiswa
Muna lebih disukai sebagai teman kuliah saja oleh sebagian besar responden
Tolaki. Ini disebabkan oleh pandangan responden mengenai orang Muna yang kasar,
gila jabatan dan suka berbuat onar. Karena penilaian itu juga maka responden
kurang berkenan menjadikannya sebagai keluarga.
Sebagian responden lebih senang menjalin hubungan sebagai tetangga, sahabat
dan teman kuliah saja dengan etnis tersebut. Walaupun ada juga yang menolak
dengan alasan orang Muna suka mementingkan diri sendiri.
Umumnya mahasiswa Buton merasa lebih dekat dengan
orang Muna daripada orang Tolaki, jika dicermati secara keseluruhan dalam
setiap item jarak sosial kecenderungan kedekatan itu akan terlihat. Responden Buton rupanya lebih sering
bergaul secara intens dengan orang Muna, hal ini dapat di lihat bahwa hampir
sebagian responden Buton setuju menjadikan orang Muna sebagai tetangga dan
sahabat. Meskipun perbedaannya kecil tapi lebih banyak responden yang menyukai
orang Muna menjadi keluarga ketimbang orang Tolaki. Menurut sebagian responden,
kecenderungan ini disebabkan oleh ’perasaan sama-sama orang pulau’ dan
pendatang di kendari, walau diakui beberapa ciri etnis Muna yang diidentifikasi
negatif. Kedekatan yang terjadi bukan karena masalah penilaian suka dan tidak
suka tapi lebih kepada kedekatan karena persamaan budaya dan perasaan senasib.
Hal tersebut dapat disimak pada tabel di bawah:
Tabel
18. Jarak sosial antar etnis
Jarak Sosial
|
Responden Tolaki
terhadap
|
Responden Buton
terhadap
|
Responden Muna
terhadap
|
|||
Buton
|
Muna
|
Muna
|
Tolaki
|
Tolaki
|
Buton
|
|
|
|
|
|
|
|
|
dekat
|
|
|
|
|
|
|
4
|
12
|
8
|
8
|
6
|
0
|
5
|
3
|
10
|
4
|
10
|
8
|
5
|
7
|
|
|
|
|
|
|
|
Jauh
|
|
|
|
|
|
|
2
|
5
|
8
|
6
|
7
|
13
|
12
|
1
|
2
|
8
|
3
|
5
|
11
|
5
|
0
|
1
|
2
|
0
|
1
|
1
|
1
|
|
|
|
|
|
|
|
Jumlah
|
30
|
30
|
27
|
27
|
30
|
30
|
responden
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Jarak sosial
|
3,0
|
2,3
|
2,9
|
2,5
|
1,7
|
2,3
|
rata-rata
|
|
|
|
|
|
|
Jarak sosial rata-rata diukur dengan skala Bogardus
(Mulyana, 2000), berdasarkan jarak sosial akrab, dekat, sedang, jauh, sangat
jauh dan tanpa hubungan. Berdasarkan skala tersebut dapat diketahui bahwa jarak
sosial rata-rata antara responden Tolaki dengan Buton termasuk dekat.
Jarak sosial rata-rata yang sangat jauh diperlihatkan oleh responden
Muna terhadap outkelompok Tolaki. sementara itu responden Tolaki terhadap etnis
Muna dan responden Muna terhadap etnis Buton sama-sama menunjukkan jarak sosial
rata-rata yang jauh. Hal ini juga
ditunjukkan oleh responden Buton terhadap outkelompok Tolaki. Sedangkan Jarak
sosial rata-rata yang termasuk sedang ditunjukkan oleh responden Buton terhadap
Muna.
Jarak sosial yang sangat jauh antara responden Muna
terhadap etnis Tolaki disebabkan oleh orang Muna merasa sangat berbeda dengan kelompok
etnis Tolaki. Perbedaan ini
diidentifikasikan pada perbedaan
karakteristik personal yang dipengaruhi oleh budaya, perbedaan budaya dan
rentang geografis. Sedangkan jarak sosial jauh yang ditunjukkan oleh responden
Tolaki terhadap orang Muna lebih kepada adanya hambatan psikologi dan budaya
yang dianggap berbeda. Secara umum responden menunjukkan jarak sosial yang jauh
dengan kelompok etnis lainnya. Hal ini disebabkan oleh perasaan lebih nyaman,
leluasa dan akrab bila bergaul dan berhubungan dengan sesama etnis. Ini
menunjukkan bahwa etnisitas dan perasaan etnosentris masih cukup kuat
mempengaruhi pola-pola relasi antar etnis di kampus Universitas Haluoleo.
§ Hubungan Antara Pendapat Antaretnis dan Jarak
Sosial
Hubungan
antara pendapat antaretnis dan jarak sosial dapat dicari dengan menggunakan
analisis uji korelasi r pearson dengan interval koefisien korelasi dari Suyono
(Faisal, 1995) menunjukkan angka 0,7. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
hubungan antara korelasi pendapat antar outkelompok dengan jarak sosial
rata-rata antaretnis kuat. Hal ini mengindikasikan bahwa pendapat-pendapat
responden terhadap kelompok di luar etnisnya mempengaruhi jarak sosial antara
etnis-etnis tersebut.
Meskipun
demikian temuan di atas masih perlu penelusuran dan pembuktian lebih lanjut
karena dalam penelitian komunikasi antaretnis selalu ada pengecualian mengingat
masing-masing responden dapat saja mempunyai penilaian tersendiri yang berbeda
dari kelompok etnisnya.
Kesimpulan
Berdasarkan analisa hasil penelitian
yang telah diuraikan sebelumnya maka didapatkan kesimpulan sebagai
berikut :
§
Penilaian responden Buton
dan responden Tolaki terhadap etnis Buton mempunyai korelasi yang kuat.
Korelasi sedang ditunjukkan oleh pendapat responden Buton dan responden Muna
mengenai sifat etnis Buton. Sedangkan dua korelasi yang rendah, masing-masing
ditunjukkan oleh pendapat responden Muna dan responden Tolaki mengenai ciri dan
sifat etnis Muna, dan pendapat responden Muna dan responden Buton terhadap
sifat etnis Muna. Korelasi yang rendah ditunjukkan oleh penilaian responden
Tolaki dan responden Buton mengenai orang Tolaki. Berbeda dengan lainnya,
terdapat pengecualian pada korelasi pendapat responden Tolaki dan responden
Muna mengenai etnis Tolaki. Korelasi yang terjadi sangat rendah dan bersifat
negatif. Beberapa faktor yang menyebabkan korelasi positif adalah; perasaan senasib, kesamaan
budaya, minimnya hambatan psikologi dan intensitas hubungan. Dari korelasi yang
nampak diatas, tidak dapat menunjukkan informasi yang sebenarnya mengenai ciri
ketiga group tersebut. Penilaian yang disampaikan lebih bersifat subyektif
ketimbang obyektif, sehingga pendapat-pendapat tersebut tidak dapat
dijadikan landasan kuat mengenai ciri yang akurat dari masing-masing etnis. Ini
juga menunjukkan masih kuatnya stereotipe yang ada dikalangan mahasiswa.
Stereotipe tersebut tidak saja beredar luas di kalangan etnis lain tetapi
justru membentuk pemikiran yang sama pada sebagian etnis tertuju.
Penilaian-penilaian stereotipe tentang kelompok etnis tertentu berakibat dalam pola tingkah laku
anggota kelompok terhadap kelompok etnis lainnya. Interaksi antara anggota grup-grup tersebut akan selalu
dipengaruhi oleh pandangan dalam kelompok etnis masing-masing mengenai kelompok etnis lainnya yang menjadi lawan interaksi.
§ Jarak sosial
rata-rata antara responden Tolaki dengan Buton termasuk dekat.
Jarak sosial rata-rata yang sangat jauh diperlihatkan oleh responden
Muna terhadap kelompok etnis Tolaki. Sementara itu responden Tolaki terhadap
etnis Muna dan responden Muna terhadap etnis Buton sama-sama menunjukkan jarak
sosial rata-rata yang jauh. Hal ini juga ditunjukkan oleh responden Buton
terhadap kelompok etnis Tolaki. Sedangkan Jarak sosial rata-rata yang termasuk
sedang ditunjukkan oleh responden Buton terhadap Muna. Secara umum responden
menunjukkan jarak sosial yang jauh dengan kelompok etnis lainnya. Hal ini
disebabkan mereka merasa lebih nyaman, leluasa dan akrab bila bergaul dan
berhubungan dengan sesama etnis. Ini menunjukkan bahwa prasangka sosial,
stereotipe, dan perasaan etnosentris masih cukup kuat mempengaruhi pola-pola
relasi antar etnis di kampus.
§ Hubungan antara
korelasi pendapat-pendapat antar kelompok etnis lainnya dengan jarak sosial
rata-rata antaretnis kuat.
Saran
Komunikasi antaretnis
sebaiknya dilaksanakan tanpa diwarnai prasangka sosial, stereotipe dan
etnosentris. Ketiga hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya relasi negatif
dan sukar untuk menghindari penilaian-penilaian yang subyektif antar kelompok
etnis lainnya
Komunikasi antaretnis yang
intens seharusnya diimplementasikan dalam pergaulan sehari-hari guna membangun
jarak sosial yang dekat. Etnisitas dan etnosentris menyebabkan jarak sosial
antara kelompok etnis lainnya-kelompok etnis lainnya menjadi jauh
Daftar Pustaka
Faisal,
Sanafiah. 1995. Format-format Penelitian Sosial: Dasar-dasar dan Aplikasinya, Rajawali
Press, Jakarta
Featherstone, Mike. 1990. Global Culture,
Nasionalism, Globalization and Modernity, Sage Publishing, London
Hamers, JF, Blanch,MH. 1988. Bilingualism
and Bilinguality, Cambridge
University Press
Johnson, Colleen L. 1985. Growing Up and Growing Old in Italian American Families, N.J.: Rutgers University
Press, New Brunswick
Le Vine, A.Robert and Donald T. Campbell. 1972. Ethnocentrism, Theories of Conflict, Ethnic Attitudes and Group
Behavior, John Willeys & Sons, New York
Liliweri, Allo. 2001. Gatra-gatra
Komunikasi Antar Budaya, Pustaka Pelajar , Yogyakarta
Liliweri, Allo. 2004. Dasar-dasar
Komunikasi Antar Budaya, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Liliweri, Allo. 2007. Makna Budaya
dalam Komunikasi antarbudaya, LKiS, Yogyakarta
Mulyana, Deddy. 2000. Perubahan Identitas
Etnik: Suatu Telaah Kepustakaan, dalam Komunikasi Antarbudaya : Panduan
Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya, Editor Dedy Mulyana dan
Jalaluddin Rakhmat, Remaja Rosdakarya, Bandung
Mulyana, Deddy. 2000. Menjadi Manusia
Antarbudaya, dalam Komunikasi Antarbudaya : Panduan Berkomunikasi dengan
Orang-orang Berbeda Budaya, Editor Dedy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Remaja
Rosdakarya, Bandung
Mulyana, Deddy. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma baru Ilmu
Komunikasi dan Ilmu Sosial lainnya, Remaja Rosdakarya, Bandung
Porter, E.Richard & Larry A. Samovar. 2000. Suatu Pendekatan
terhadap Komunikasi Antarbudaya, dalam Komunikasi Antarbudaya : Panduan
Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya, Editor Dedy Mulyana dan
Jalaluddin, Rakhmat, Remaja Rosdakarya, Bandung
Rakhmat, Jalaluddin. 1998. Psikologi Komunikasi, Remaja Rosdakarya, Bandung
Veeger, KJ. 1988. Realitas Sosial, Gramedia, Jakarta
Zainnu’ddin, Ailsa T. 1986. Nearest Neighbour: Some
Indonesian Views of Australia
and Australians, Monash University,
Clayton