Sabtu, 19 Mei 2012

Jaringan Komunikasi dalam Program PMU P2KP pada BKM Wonua Morini Kota Kendari


This study aimed to analyze communication network of PMU P2KP information dissemination and communication roles in BKM Wonua Morini at Anggalomelai sub-District, Abeli District, Kendari City. Mixed method conducted in this study.The used analysis tool was communication network analysis by method of NEGOPY and pair comparative analysis by Suryabrata to determined opinion leaderss role.The results showed that dissemination of PMU P2KP information by KSMs as a communication network, it’s following the typology of interlocking and radial networks through important roles in the communication network such as bridges, liaision, cosmopolitan and opinion leaderss. These roles chosen by the community with regard to social status, education, and occupation. Opinion leaderss roles as a communicator, facilitator, and mediator were more expected by KSM members than other roles.
Keywords: communication, networks, roles, opinion leaderss

PENGANTAR
Program penanggulangan kemiskinan perkotaan (P2KP) adalah program pemberdayaan masyarakat yang menekankan penguatan kelembagaan masyarakat di tingkat lokal. Di Kota Kendari, PMU P2KP dilaksanakan di 45 kelurahan yang tersebar di enam kecamatan sejak tahun 2006, (Anonim, 2005). Salahsatu kelurahan sasaran adalah Kelurahan Anggalomelai Kecamatan Abeli yang memiliki jumlah kepala keluarga miskin yang tinggi, yaitu 262 KK miskin dari 423 KK yang ada.
Pelaksanaan program diberikan dalam bentuk bantuan dana yang  dikelola secara mandiri oleh masyarakat sesuai dengan peruntukan yang telah disepakati bersama. Salah satunya adalah bantuan langsung mandiri berupa pinjaman modal usaha (PMU), merupakan dana bergulir yang harus dikembalikan oleh masyarakat yang diharapkan dapat menjadi dana abadi. Penyaluran pinjaman dilakukan melalui Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) yang kemudian di salurkan ke sejumlah Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang berada di lingkup BKM tersebut.
KSM merupakan kelembagaan masyarakat di tingkat lokal yang anggotanya terdiri dari orang-orang yang memiliki permasalahan, kebutuhan dan tujuan yang sama. Sebagai sebuah kelompok, KSM juga merupakan simpul jaringan komunikasi yang riil dalam kelembagaan masyarakat. Dengan peran sebagai wadah komunikasi dan perjuangan kepentingan, pembentukan KSM diharapkan dapat membantu menghindarkan salah sasaran dalam program PMU.
Berdasarkan uraian tersebut di atas maka penulis perlu mengkaji tentang jaringan komunikasi dalam penyebaran informasi PMU P2KP. Tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah mengetahui struktur jaringan komunikasi, tipologi jaringan, peran-peran dalam jaringan, dan status sosial ekonomi individu yang memiliki peran di dalam jaringan komunikasi penyebaran informasi PMU P2KP.
Kenyataannya, pelaksanaan P2KP masih mengalami hambatan. Kondisi masyarakat masih menunjukkan rentan terhadap kemiskinan. Selama ini, kelembagaan masyarakat belum dapat mandiri dengan membentuk jaringan komunikasi yang baik dengan anggotanya maupun pemerintah setempat. Program-program P2KP secara keseluruhan belum memberikan manfaat dan tidak berdimensi panjang bahkan menurut Anggraeni (2006), program pengembangan ekonomi dapat dikatakan gagal di Kecamatan Abeli. Hal ini dapat dicermati dari masih tingginya jumlah KK miskin yang ada.
Widarti (2008) menyatakan meskipun adanya kenyataan bahwa kepastian hukum, sosial ekonomi masyarakat dan program yang diberikan dapat menguatkan lembaga masyarakat, namun dikhawatirkan ini tidak berdimensi berkelanjutan. Keberlanjutan program hanya dapat dicapai dengan penguatan kelembagaan yang salah satunya berupaya membangun jaringan ke dalam dan ke luar lembaga dan fasilitasi. Dengan demikian perlu adanya kajian mengenai jaringan komunikasi penyebaran informasi PMU P2KP pada BKM Wonua Morini Kota Kendari.

METODOLOGI
Lokasi penelitian adalah BKM Wonua Morini Kelurahan Anggalomelai Kecamatan Abeli Kota Kendari, ditentukan secara purposive dengan pertimbangan bahwa Kelurahan Anggalomelai merupakan salah satu kelurahan yang memiliki KK miskin dengan jumlah yang besar, dan telah menerima bantuan PMU P2KP.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode gabungan dengan merujuk salah satu metode penggabungan Tashakkori and Teddlie (1998), yaitu menggunakan metode kuantitatif untuk mengembangkan penelitian kualitatif. Data primer berupa pasangan komunikasi dan sosial ekonomi, yang dikumpulkan dengan cara wawancara, observasi, dan wawancara mendalam. Responden penelitian adalah anggota KSM yang menerima bantuan PMU dengan jumlah responden 56 orang dari 10 KSM, informan terdiri dari aparat pemerintah kelurahan, pengurus BKM, dan fasilitator.
Analisis data dipergunakan dalam penelitian adalah metode NEGOPY dari William Richards untuk menganalisis struktur jaringan komunikasi (Rogers and Kincaid, 1981), dan analisis perbandingan pasangan dari Suryabrata (1999) yang merupakan model skala untuk perangsang dalam menentukan peran-peran opinion leaders.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1.      Struktur Jaringan Komunikasi PMU P2KP BKM Wonua Morini
a.      Indeks Struktur Jaringan Komunikasi KSM Anggota
Indeks struktur jaringan komunikasi KSM menentukan ragam struktur dan bentuk hubungan yang terjadi dalam jaringan komunikasi  maupun antar jaringan komunikasi dalam Pogram PMU P2KP. Oleh karena itu indeks yang diukur adalah clique connectedness average atau rerata keterhubungan KSM,  clique cohesiveness degree atau tingkat kohesivitas KSM, clique connectedness degree atau tingkat keterhubungan antar KSM, clique openness degree atau tingkat keterbukaan KSM, dan clique integration degree atau tingkat integrasi KSM.
Tabel 1 menunjukkan bahwa hampir semua KSM memiliki rerata  keterhubungan antar anggota yang kuat dalam satu KSM, hanya KSM Tunas Harapan yang memiliki rata-rata keterhubungan yang lemah. Sementara keterhubungan antar anggota dalam dua KSM lainnya sangat kuat. KSM dengan rerata keterhubungan anggota yang kuat mengindikasikan bahwa semua atau sebagian besar anggota KSM-nya saling terhubung satu sama lain dalam jaringan komunikasi penyebaran informasi PMU P2KP.
Tabel 1. Indeks struktur jaringan komunikasi PMU P2KP
KSM
Rerata keterhubungan
Tingkat Kohesifitas
Tingkat Keterhubungan
Tingkat Keterbukaan
Tingkat Integrasi
Pola
Timun
0,73
0,36
0,009
0,19
0,28
Radial
Bunga Flamboyan
1,00
0,85
0,036
0,48
0,85
Interlocking
Melati Mekar
0,73
0,60
0,021
0,31
0,45
Radial
Delima
0,93
0,50
0,009
0,28
0,38
Radial
Usaha Bersama
0,70
0,45
0,000
0,33
0,45
Radial
Melati
0,60
0,43
0,000
0,42
0,33
Radial
Mekarsari
0,73
0,70
0,015
0,22
0,53
Interlocking
Tunas Harapan
0,53
0,30
0,003
0,50
0,23
Radial
Baru Mandiri
1,00
0,65
0,004
0,33
0,65
Interlocking
Manggis Manis
0,80
0,40
0,000
0,30
0,40
Radial
Catatan: 
·         Indeks mendekati angka 1 menunjukkan rerata keterhubungan yang semakin kuat, tingkat kohesifitas semakin kuat, tingkat keterhubungan semakin luas,  tingkat keterbukaan semakin tinggi, dan tingkat integrasi semakin tinggi.
·         Tingkat integritas mendekati 1 memiliki pola interlocking








Sumber: Hasil olah data pasangan komunikasi dengan metode NEGOPY
Tingkat kohesivitas KSM yang tinggi hanya ditunjukkan oleh 40% dari jumlah KSM-KSM, sebaliknya lebih dari separuh jumlah KSM yang ada memiliki tingkat kohesivitas rendah, hal ini menunjukkan ketidakkompakan dalam KSM tersebut dalam menyebarkan informasi. Sementara, KSM yang menunjukkan kohesivitas yang tinggi, memiliki anggota yang mempunyai hubungan komunikasi timbal balik dengan anggota lainnya dalam satu KSM. Sehingga jaringan komunikasi yang terjadi antara anggota sangat padu dalam menyebarkan informasi program PMU P2KP.
Tidak satupun dari KSM-KSM dalam jaringan komunikasi dan penyebaran informasi PMU P2KP memiliki keterhubungan yang luas dengan KSM-KSM lainnya. Hal ini dapat dicermati dari indeks derajat keterhubungan antar KSM yang sangat rendah, bahkan terdapat KSM yang tidak memiliki hubungan sama sekali dengan KSM lainnya. Terkait dengan penyebaran informasi  kepada KSM lain, ditemukan kenyataan bahwa antara anggota satu  KSM dengan KSM lainnya sangat jarang terjadi penyebaran dan pertukaran informasi. Ketua KSM masing-masing lebih sering menjadi sumber informasi dan melakukan sharing informasi dengan sesama anggota dalam KSM yang sama. Meskipun demikian KSM-KSM seperti Flamboyan, Melati Mekar, dan Mekarsari memiliki keterhubungan antar KSM yang lebih luas, ketiga KSM ini sering berbagi informasi dengan KSM yang lain walau intensitasnya rendah.
Tingkat keterbukaan KSM terhadap penyebaran informasi program PMU P2KP dari luar semuanya rendah. Meskipun beberapa KSM terindikasi kosmopolit, melakukan hubungan dengan sumber-sumber informasi di luar jaringan KSM dan BKM, namun hanya terbuka pada beberapa sumber informasi saja dan hanya pada beberapa anggota KSM saja, sehingga tingkat keterbukaan KSM-nya tidak cukup tinggi. Beberapa KSM seperti Tunas Harapan, Bunga Flamboyan, Melati Mekar, dan Melati umumnya memiliki tingkat keterbukaan antar KSM yang rata-rata lebih tinggi daripada KSM lainnya. Namun pada KSM Tunas Harapan dan Melati, keterbukaan ini disebabkan oleh minimnya informasi yang di dapatkan dari sesama anggota KSM.
Tingkat integrasi anggota KSM dalam menyebarkan informasi program PMU P2KP umumnya rendah, hanya empat KSM yang memiliki tingkat integrasi tinggi. Hal ini didorong oleh keinginan yang sangat besar dari setiap anggota KSM untuk mendapatkan manfaat dari program, dengan turut serta menyebarkan informasi, baik di minta maupun tidak oleh anggota lainnya dalam KSM.
Dari observasi dan hasil penelitian menunjukkan bahwa KSM-KSM yang berhasil dan dapat mengembangkan usaha dengan PMU adalah KSM yang memiliki tingkat kohesivitas yang kuat, tingkat keterhubungan yang luas,  tingkat keterbukaan yang tinggi, dan tingkat integrasi yang tinggi. Keberhasilan ini disebabkan oleh kemampuan anggota-anggota KSM untuk melakukan sharing informasi PMU tidak saja kepada sesama anggota satu KSM tapi juga dengan KSM lainnya, pengurus BKM, dan aparat kelurahan. Hal ini mendorong peningkatan pengetahuan dan pemahaman anggota KSM dalam memanfaatkan dana PMU  dengan baik.

b.      Tipologi Jaringan Komunikasi KSM Anggota
Terbentuknya KSM sebagai simpul komunikasi dalam program PMU P2KP  sedikit berbeda dengan klik pada jaringan komunikasi umumnya. Dalam Program PMU, sama seperti program-program pemberdayaan lainnya, klik terbentuk dengan sengaja disebabkan oleh stimulus yang diberikan untuk membangun sebuah ikatan jaringan yang dipengaruhi oleh adanya kebutuhan dan permasalahan yang sama. Sementara pada jaringan komunikasi umumnya, klik terbentuk dengan alami mengikuti alur penyebaran informasi dan didasarkan pada ketertarikan individu pada informasi tersebut (Rogers and Kinckaid (1981); Setiawan (1989b)).
Setiap klik atau KSM memiliki tipologi jaringan yang berbeda-beda mengikuti pola komunikasi anggotanya. Mengacu pada tipologi jaringan komunikasi Devito (1997), hanya teridentifikasi dua tipe jaringan dari lima tipe, yaitu jaringan tipe bintang dan  tipe lingkaran. Jaringan tipe bintang terbagi atas tipe bintang sempurna dan tidak sempurna. KSM dengan jaringan tipe bintang sempurna adalah  KSM-KSM Bunga Flamboyan, Mekarsari, dan Baru Mandiri. Anggota ketiga KSM ini  mempunyai kemampuan yang sama untuk menyerap dan menyebar informasi ke sesama anggota KSM, namun otoritas informasi teridentifikasi,  setiap anggota berkomunikasi dan saling terhubung. Sementara pada jaringan tipe bintang  tidak sempurna, meskipun ada kemungkinan untuk menyerap dan menyebarkan informasi, tetapi tidak semua anggota saling berkomunikasi, hal ini ditunjukkan oleh KSM-KSM Timun, Melati Mekar, Delima, Usaha Bersama, Melati, dan Manggis Manis. Tipe jaringan lingkaran pada KSM Tunas harapan menunjukkan bahwa hampir semua anggota KSM mempunyai posisi yang sama dalam penyebaran informasi, tidak seorangpun anggota jaringan memiliki kekuatan untuk mempengaruhi anggota lainnya, umumnya anggota hanya terhubung ke beberapa anggota lain.
KSM-KSM dengan jaringan tipe bintang cenderung memiliki tipologi jaringan interlocking. Dalam perspektif  Rogers and Kinckaid (1981), anggota jaringan ini saling terhubung, komunikasi bersifat dua arah dan timbal balik, aliran informasi lebih banyak terjadi di antara sesama anggota klik. Dengan demikian hubungan antar anggota dalam KSM Bunga Flamboyan, Mekarsari dan Baru Mandiri menjadi lebih erat dan terintegrasi. Sementara KSM-KSM lainnya teridentifikasi sebagai jaringan tipe radial.
 Berbeda dengan pendapat Rogers and Kincaid (1981) dan Setiawan (1989b) yang menyatakan bahwa jaringan tipe interlocking merupakan jaringan yang cenderung tertutup,  KSM Flamboyan  menunjukkan hal sebaliknya, dibandingkan semua KSM yang memiliki derajat keterbukaan rendah, bersama dengan KSM Tunas Harapan,  KSM Bunga Flamboyan memiliki derajat keterbukaan  yang sedikit lebih tinggi. Bahkan keterhubungan antar KSM yang lebih tinggi dari KSM lainnya juga ditunjukkan oleh KSM Bunga Flamboyan dan Mekarsari meskipun keduanya memiliki tipologi jaringan interlocking. Hal ini menunjukkan bahwa anggota KSM Bunga Flamboyan dan Mekarsari selain memiliki hubungan yang integratif dengan sesama anggota tetapi juga menjalin komunikasi yang baik dengan anggota KSM lainnya, sehingga aliran komunikasi dan informasi mengenai PMU tidak hanya menyebar di dalam KSM tapi juga ke luar KSM. Sementara, KSM Tunas Harapan yang memiliki tipe jaringan lingkaran dan tipologi radial, derajat keterbukaan yang sedikit lebih tinggi pada KSM ini menguatkan asumsi bahwa di dalam KSM tersebut semua anggota memiliki pengetahuan dan informasi yang sama karena tidak ada otoritas informasi, sehingga  sebagian besar anggota mencari informasi di luar KSM.
Semua KSM yang teridentifikasi memiliki jaringan tipe bintang sempurna dan interlocking menunjukkan derajat kohesivitas tinggi, yaitu KSM-KSM Bunga Flamboyan, Mekarsari dan Baru Mandiri. Sementara, KSM Melati Mekar  meskipun memiliki jaringan tipe bintang tidak sempurna dan radial namun memiliki kohesivitas yang tinggi. Meskipun terdapat beberapa anggota tidak terhubung satu sama lain dalam jaringan komunikasi, namun komunikasi penyebaran informasi PMU antar anggota lainnya  sangat kohesif di dalam KSM Melati Mekar.

2.      Peran-peran dalam Jaringan Komunikasi PMU P2KP BKM Wonua Morini
a.      Peran-peran dalam jaringan komunikasi dan status sosial ekonomi
Bridge, kosmopolit, liaision dan opinion leaders merupakan peran-peran yang ada dalam jaringan komunikasi.  Tidak semua anggota jaringan mempunyai peran, terdapat beberapa karakteristik yang dimiliki untuk mengambil peran tersebut, tidak saja terkait dengan hubungan komunikasi tapi juga status sosial ekonomi. Menurut para ahli, kedudukan, jabatan dan status sosial ekonomi banyak mempengaruhi seorang individu memilih dan terpilih memainkan suatu peran dalam jaringan komunikasi (Rogers and Kincaid,1981; Schwarth (Goldhaber,1990); Pool, 1973).  Dalam hasil analisis terungkap bahwa kedudukan dan status dalam kelompok maupun masyarakat umumnya dimiliki oleh mereka yang berperan sebagai  bridge, liaision, kosmopolit, dan opinion leaders. Misalnya peran bridge dan kosmopolit banyak diperankan oleh individu yang menjadi ketua dan bendahara dalam KSM, hal ini disebabkan kedudukan sebagai ketua dan bendahara dalam KSM, menjadikan individu memiliki kewajiban untuk mendapatkan informasi yang benar dan lengkap mengenai Program PMU P2KP, karenanya ini mendorong untuk mengakses semua sumber informasi, baik di KSM lain, maupun langsung kepada sumber-sumber informasi di tingkat BKM dan fasilitator. Disamping adanya kenyataan bahwa selama ini pada banyak KSM, hanya ketua dan bendahara yang seringkali mengikuti rapat-rapat di tingkat kelurahan.
Sementara peran liaision dan opinion leaders diperankan oleh mereka yang mempunyai status sosial tinggi di masyarakat, misalnya tokoh masyarakat, tokoh kepemudaan dan lain-lain. Setiawan (1989), menyebutkan bahwa opinion leaders adalah orang yang berpengaruh dalam kelompok dan masyarakat. Opinion leaders yang ditemukan dalam penelitian ini merupakan tokoh-tokoh masyarakat yang selama ini aktif dan giat di BKM. Sedangkan terkait dengan liaision, temuan ini menguatkan pandangan    Schwarth yang menyatakan bahwa mereka yang berperan sebagai perantara adalah yang memiliki status sosial paling tinggi di dalam masyarakat (Goldhaber, 1990), sebab liaision yang teridentifikasi merupakan tokoh masyarakat dan tokoh pemuda di lingkungan Kelurahan Anggalomelai dan Kecamatan Abeli.
Sepertiga anggota jaringan informasi PMU P2KP tidak memiliki peran dan kedudukan tetapi menjadi kosmopolit. Ketidakpuasan terhadap informasi yang diterima dalam KSM dan keinginan untuk mendapatkan kepastian informasi menjadi alasan-alasan yang dikemukakan untuk mencari informasi langsung ke BKM, fasilitator dan lain-lain. Sementara faktor afiliasi dengan sumber informasi juga dapat menjadi alasan seseorang dipilih menjadi bridge oleh anggota kelompoknya dan anggota kelompok yang lain. Dengan demikian perspektif Baron et al., (2006) mengenai proses pengambilan peran dapat diterima, karena peran-peran terkait struktural yang diberikan oleh orang lain dapat menjadikan individu sebagai opinion leaders atau liaision, tapi peran-peran seperti bridge dan kosmopolit  adalah peran yang secara non formal diambil atau diberikan. 
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang menentukan peran seseorang sebagai liaision, kosmopolit dan opinion leaders. Di dalam KSM, individu yang menjadi kosmopolit umumnya memiliki pendidikan yang lebih tinggi. Hal ini terkait dengan kemampuannya dalam mendapatkan informasi.  Sementara pemilihan seorang individu menjadi liaision dan opinion leaders juga didasarkan pada tingkat pendidikan karena penguasaannya pada materi informasi dan kemampuannya dalam menyampaikan informasi tersebut. Pada peran bridge, nampaknya pendidikan tidak terlalu berpengaruh namun terdapat indikasi bahwa hanya anggota yang pernah mengenyam pendidikan yang dapat memerankan sebagai bridge. Hal ini terkait dengan kepercayaan anggota KSM-KSM yang cenderung lebih memilih  ketua dan bendahara KSM dari individu-individu yang berpendidikan. Kedudukan  sebagai ketua dan bendahara serta merta menjadikan individu berperan sebagai bridge.
Menurut Rogers (1983)  opinion leaders adalah orang yang memiliki kelas ekonomi lebih tinggi dari rata-rata orang yang berada di sekitarnya atau para pengikutnya. Opinion leaders dan liaision dalam jaringan informasi Program PMU P2KP ini terdiri dari orang-orang yang memiliki pekerjaan yang lebih baik dari rata-rata anggota KSM, misalnya lurah, fasilitator senior, dan guru. Pandangan umum masyarakat menganggap pekerjaan sebagai pegawai negeri atau pekerjaan yang berhubungan dengan pemerintah merupakan pekerjaan dengan kelas sosial yang tinggi. Hal ini berangkat dari pandangan tradisional yang menganggap bahwa pekerjaan demikian, memungkinkan yang bersangkutan untuk mengakses berbagai sumberdaya kekuasaan termasuk informasi dan Program PMU P2KP.
 Sementara individu yang berperan menjadi bridge umumnya bekerja sebagai pedagang, baik pedagang besar maupun pedagang kecil. Hal ini terkait dengan karakteristik pekerjaan berdagang yang memungkinkan mereka untuk berhubungan dengan banyak orang, dan mudah berkomunikasi baik dengan anggota KSM sendiri maupun KSM lainnya. Sementara pada peran kosmopolit, pekerjaan yang digeluti beragam tapi ditemukan bahwa anggota jaringan yang tidak memiliki pekerjaan tidak berperan sebagai kosmopolit.
Individu yang berperan sebagai bridge dan opinion leaders umumnya berusia muda, sehingga hal ini bertentangan dengan anggapan bahwa di negara berkembang, usia tua merupakan salah satu faktor seseorang dipilih menjadi opinion leaders, karena usia tua berkaitan dengan pengalaman yang banyak (Setiawan, 1989). Tetapi Program PMU P2KP adalah sebuah inovasi, dimana pendekatan manajemen yang diterapkan baru, maka banyak di antara individu yang dibina untuk menjadi fasiltator dan relawan adalah orang-orang yang berusia muda. Fasilitator dan relawan inilah yang kemudian banyak menjadi opinion leaders. Dalam hal bridge, anggota yang berusia tua, cenderung memberikan kepercayaan kepada anggota yang berusia muda untuk mengelola informasi dan program karena banyak di antara mereka tidak pernah bersekolah, sehingga  dari sepuluh KSM hanya satu yang memiliki ketua KSM dengan usia tua.
Sementara perempuan lebih banyak menjadi bridge. Pergaulan sosial yang luas dari anggota KSM yang berjenis kelamin perempuan, menyebabkan mereka mudah menjadi bridge. Tidak seperti anggota laki-laki yang kurang menggunakan waktu untuk kegiatan sosial, karena lebih banyak digunakan untuk kerja.
Alasan laki-laki lebih banyak dipilih sebagai opinion leaders lebih karena alasan psikologis, dimana laki-laki yang menjadi opinion leaders lebih persuasif, komunikatif dan mudah untuk dimintai informasi, pendapat, dan saran oleh anggota-anggota KSM. 

b.      Kesenjangan antara Peran Opinion Leaders yang dimainkan dan yang diharapkan Masyarakat
Berbagai peran dalam proses penyebaran informasi dapat dilakukan oleh opinion leaders. Tapi peran-peran yang eksis seringkali dominan pada peran tertentu, yang biasanya dipengaruhi oleh motif dalam menyampaikan pesan. Peran-peran komunikasi yang dimainkan oleh opinion leaders  dalam Program PMU P2KP ternyata lebih dominan sebagai motivator. Content pesan dan informasi yang diberikan lebih banyak untuk mengarahkan dan mendorong masyarakat agar ikut serta dalam program tersebut dan memotivasi untuk mengembalikan dana pinjaman tepat waktu. Peran kedua yang juga banyak dijalankan adalah peran sebagai komunikator dan konsulen.
Sementara, anggota-anggota KSM juga memiliki harapan yang berbeda mengenai peran yang dimainkan  oleh opinion leaders. Dari hasil survai ditemukan bahwa 37,5%  anggota KSM-KSM lebih menginginkan apabila opinion leaders berperan sebagai komunikator. Dengan demikian, masyarakat menjadi mudah untuk mengakses dan  mendapatkan semua informasi mengenai program dengan jelas. Kemudian peran kedua yang sangat diharapkan adalah fasilitator 23,21%, sebab selama pelaksanaan program, anggota-anggota KSM merasa pendampingan dan fasilitasi yang didapatkan sangat kurang. Proses belajar bersama dengan masyarakat jarang dilakukan, sehingga peningkatan pengetahuan masyarakat sangat minim. Peran ketiga adalah motivator dan mediator masing-masing 12,5%. Terkait dengan peran mediator, anggota KSM mengharapkan opinion leaders dapat memediasi mereka dalam berhubungan dengan instansi pemerintah, lembaga keuangan, dan pasar.  Dengan instansi pemerintah, anggota mengharapkan adanya bimbingan teknis mengenai hal-hal berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan yang berhubungan dengan pekerjaan. Dengan lembaga keuangan, anggota KSM mengharapkan akses untuk mendapatkan bantuan modal usaha yang lebih besar. Dan dengan pasar, anggota berharap dapat memasarkan barang dagangannya.
Dari hasil observasi diketahui bahwa sosialisasi informasi Program PMU P2KP di lakukan melalui forum resmi seperti rapat dan pertemuan di kelurahan dengan sumber informasi pengurus BKM, fasilitator dan lurah yang berperan sebagai opinion leaders dan liaision. Sementara sosialisasi informasi melalui forum tidak resmi dilakukan melalui diskusi informal antara relawan yang berperan sebagai opinion leaders dengan anggota-anggota KSM yang berperan sebagai bridge dan kosmopolit. Di tingkat KSM, sosialisasi dilakukan antar anggota KSM dalam kegiatan arisan KSM, arisan dasa wisma, dan majelis taklim.
Komunikasi yang terjadi dalam  penyebaran informasi PMU-P2KP meskipun bersifat dialogis, namun arahnya bersifat vertikal  dan horizontal. Penyebaran informasi masih bersifat top-down, dari opinion leaders dan liaision kepada anggota yang berperan sebagai bridge dan kosmopolit. Meskipun demikian, walau tidak semua namun, beberapa KSM menunjukkan penyebaran infromasi dapat terjadi antara satu KSM dan KSM lainnya melalui pertukaran informasi. Tetapi arus komunikasi horizontal sangat baik terjadi antara anggota KSM, utamanya yang memiliki tipologi jaringan interlocking dan tipe jaringan bintang. 

KESIMPULAN
Dengan mencermati hasil analisis dan pembahasan mengenai jaringan komunikasi program PMU P2KP, maka dapat diperoleh kesimpulan:
1.      Struktur Jaringan Komunikasi PMU P2KP BKM Wonua Morini sebagai berikut:
a.       KSM yang memiliki kohesifitas tinggi umumnya adalah KSM yang berhasil dengan memiliki integrasi dan keterhubungan antar anggota KSM yang tinggi, serta memiliki keterbukaan yang tinggi dan keterhubungan antar KSM yang luas dibanding KSM lainnya.
b.      komunikasi antar anggota dalam KSM belum semuanya berlangsung secara diadik dan timbal balik, meskipun komunikasi cenderung terbuka namun tidak semua anggota KSM berpartisipasi dalam komunikasi. 
2.      Peran-peran dalam Jaringan Komunikasi PMU P2KP BKM Wonua Morini sebagai berikut:
a.       Penyebaran informasi PMU P2KP kurang optimal, utamanya diseminasi informasi antar KSM. Hal ini ditandai dengan masih banyaknya KSM yang tidak memiliki bridge.
b.      Pemeran bridge, opinion leaders, dan liaision umumnya memiliki kedudukan sosial yang tinggi dalam masyarakat dan kelompoknya, berpendidikan lebih tinggi, dan mempunyai pekerjaan yang lebih baik.
c.       Peran kosmopolit tidak hanya diperankan oleh individu yang memiliki jabatan dan kedudukan dalam kelompok dan berlatar belakang pendidikan tinggi, tapi juga anggota KSM umumnya, hal ini didorong oleh adanya kesenjangan informasi di dalam KSM.
d.      Jumlah laki-laki yang lebih banyak memiliki kedudukan sosial yang lebih tinggi dalam masyarakat menyebabkan banyak diantaranya yang menjadi opinion leaders dan liaision. Sementara, perempuan yang lebih aktif di kegiatan kelompok, lebih banyak yang menjadi bridge.
e.       Anggota KSM mengharapkan pengurus BKM sebagai opinion leaders meningkatkan fungsi perannya sebagai komunikator, fasilitator dan mediator, sehingga dapat memberikan informasi yang lengkap, memfasilitasi kebutuhan dan kepentingan KSM, serta banyak melakukan mediasi antara KSM dengan external stakeholder, yang selama ini dianggap kurang dilaksanakan oleh BKM.

Berbeda dengan teori yang disampaikan oleh Rogers and Kincaid (1981) mengenai jaringan interlocking, dalam penelitian ini komunikasi antar anggota yang sangat intensif di dalam KSM yang bertipologi jaringan interlocking dan bertipe jaringan bintang, tidak menyebabkan anggota tertutup dalam menerima dan memberikan informasi. Bahkan KSM-KSM tersebut sangat kosmopolit karena lebih terbuka dalam menerima informasi dari berbagai sumber informasi dan terhubung dengan KSM-KSM yang lain. Hal ini disebabkan oleh dua hal, yaitu peran bridge dalam KSM tidak optimal dan informasi yang diberikan kurang lengkap sebagai penyebar informasi PMU sehingga banyak di antara anggota KSM yang mencari informasi dari sumber-sumber informasi di luar KSM; dan keinginan anggota KSM untuk melakukan konfirmasi atas informasi yang diterima di dalam KSM untuk mendapatkan kepastian.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2005. Pedoman Umum P2KP-3, Edisi Oktober 2005. Jakarta: Direktorat Jenderal Perumahan dan Pemukiman. Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah. www.p2kp.org/home diakses 07/04/09

Anggraini, Dewi 2006. Pelaksanaan Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan terhadap Masyarakat Pemukiman Kumuh Kelurahan Lapulu Kecamatan Abeli Kota Kendari. Makassar: Tesis Pascasarjana Universitas Hasanuddin.

Baron, R. A., D. Byrne, and N.R. Branscombe. 2006. Social Psychology. Eleventh Edition. International Edition. New York: Pearson

Devito, Joseph A. 1997. Komunikasi Antar Manusia: Kuliah Dasar. Edisi Ke-5. Jakarta: Professional Books

Goldhaber, Gerald M. 1990. Organisational Communication. Iowa Wn: Brown Publisher.

Pool, Ithiel de Sola. 1973. Communication Sistem. Dalam Ithiel de Sola Pool and Wilbur Schramm. Hand book of Communication. Chicago: Rand Mc Nally College Publishing Company

Rogers. Everett M. and Kinckaid Lawrence. 1981. Communication Network: Toward A New Paradigm For Research. New York: Free  Press

Rogers, Everett. M. 1983. Diffusion of Innovation . Third Edition. New York: The Free Press- A Division of Macmillan Inc. 

Setiawan, B. 1989a. Pelapisan Sosial dan Jaringan Komunikasi (Penelitian di Desa Senik Kelurahan Bumirejo Kecamatan Lendah Kabupaten Kulon Progo DIY). Yogyakarta: Disertasi Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada

--------------. 1989b. Metode Analisis jaringan Komunikasi: Seri Metodologi Penelitian. Yogykarta: Seksi Penerbitan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UGM

Suryabrata,S. 1999. Pengembangan Alat Ukur Psikologis. Yogyakarta: Andi Offset

Tashakkori, Abbas and Charles Teddlie. 1998. Mixed Methodology: Combining Qualitative and Quantitative Approaches. Applied Social Research Methods Series. Thousand Oaks-London-New Delhi: Sage Publication

Widarti, Surati Rini. 2008.Penguatan Kelembagaan Masyarakat dalam Pengentasan Kemiskinan (Studi Peran BKM dalam Pelaksanaan P2KP dan PNPM di Kelurahan Demangan Kecamatan Gondokusuman Kota Yogyakarta) Yogyakarta: Tesis Magister Ekonomi Pembangunan Universitas Gadjah Mada



 





Print Friendly and PDF